Kasak-kusuk kabar Burung menyebar ke seantero desa.Tersiar kabar bahwa Hans, si Hansip desa terlibat “cinlok” dengan partner jaganya, Dorma, si Hansip wanita. Dan sebentar lagi Hans akan melakukan prosesi lamaran.
Disaat
bersamaan, tersiar juga kabar bahwa kalung inisial “D” yang sempat
menjadi polemik berkepanjangan ternyata juga berasal dari Hans. Kalung
liontin itu semula ditujukan untuk anak bu Kades, Djingga. Tapi karena
keteledorannya, liontin itu akhirnya jatuh ke tangan Mommy bu Kades.
Untuk
mengkonfirmasi berita-berita yang berseliweran, mas Repotter si
wartawan sekaligus pemilik Rangkat TV mulai beraksi. Mengumpulkan bahan
dan bukti untuk diangkat menjadi berita gosip hangat.
Mas
Repotter langsung menemui Dorma yang sedang bertugas untuk diwawancarai
secara ekslusif. Empat mata ditempat gelap dan tertutup.
“Mbak
Dorma, apa benar mas Hans akan segera melamar anda,” tanya Repotter
sambil mendekatkan bibirnya untuk berbisik (berbisik???).
“Huahahahahahahahahahahahahahahahaha……
Sebelum Dorma jawab, ada nasi bungkus nggak? Barusan sarapan sama
lontong sayur dua porsi belum nendang rasanya,” jawab Dorma dengan gaya
khasnya.
“Hmmm…
Sementara cuma ada gado-gado dulu, nih. Sebenarnya buat aku sarapan.
Tapi nggak apa-apa deh, buat Dorma aja,” Repotter terpaksa merelakan
jatah sarapannya.
“Oke……, Dorma makan dulu yah, gado-gadonya. Wawancaranya tunggu selesai makan”
Wawancara
tertunda satu jam. Dorma lahap menyantap gado-gado. Mas Repotter
menunggu dengan perut keroncongan. Selesai makan wawancara berlanjut
lagi.
“Bagaimana
mbak Dorma, tentang isu lamaran itu? Apa benar mas Hans akan segera
melamar mbak Dorma?” Repotter tidak sabar menunggu jawaban.
“Huahahahahahhahahahahaha………
Sebentar mas Repotter, Dorma kepedasan neh. Wawancaranya takut ngaco.
Pliss, cariin minum dong. Es cendol juga boleh deh,” jawab Dorma sambil
mengedip-ngedipkan mata.
Mas
Repotter pun minggat kewarung Lebay kepunyaan pak RT Ibay. Mau pesan es
cendol untuk Dorma. Demi profesi Repotter rela melakukan apapun.
Sesampainya di warung Lebay, ternyata warung tutup. Cuma secarik kertas tertempel di pintu warung yang bertuliskan:
“Warung tutup sementara……
Sedang berbulan madu, mohon jangan diganggu.
Tertanda,
pak RT Ibay dan bu RT Selsa”
“Huh…… Semuanya memang lebay…” Repotter bersungut kesal sembari putar arah balik langkah.
“Nggak ada es cendol…… Nggak ada wawancara……!!” kata Dorma jual mahal.
Repotter
akhirnya pergi dengan tangan hampa. Otaknya berpikir keras, kemana lagi
mencari sumber berita? Ah, tiba-tiba terpikir olehnya untuk
mewawancarai Djingga. Orang yang disebut-sebut sasaran dari liontin
“D”-nya Hans.
“Wawancara…?
Hmm… boleh deh. Tapi Djingga di potret dulu yah, mas. Sekalian Djingga
butuh fotonya untuk melengkapi tulisan Djingga,” sambut Djingga dengan
senyum genitnya.
Djingga pun berpose dengan berbagai macam gaya narsisnya. Kurang lebih tiga jam Repotter harus meladeni Djingga berpose.
“Udah
yah, baterai kameraku sudah habis. Nih hasil jepretannya. Sekarang kita
mulai wawancaranya,” kata Repotter seraya memberikan copy hasil
jepretan kameranya.
“Nggak
bisa sekarang, mas Repotter. Djingga mau menyelesaikan tulisan Djingga
dulu yah. Tanggung nih, pas lagi ON…, gairah Djingga sedang naik, harus
segera dilampiaskan,” sahut Djingga manja.
“Tulisan apaan sih? Kapan beresnya?” Repotter mulai tidak sabar.
“Nih, lanjutan tulisan Djingga yang kemarin. ‘Aku Benci Sperma-mu !!!’, masih sepuluh episode lagi…!!”
“Terus kapan beresnya?”
“Setahun lagi deh…. Ntar sekalian Djingga jawab semuanya……”
“Yahh nasib…… sib……”
Repotter pun pergi, lagi-lagi dengan tangan hampa. Langkahnya gontai menuju studio Rangkat TV tempatnya berkantor.
Tanpa
disadarinya, dari balik tirai jendela sepasang mata bening mengamatinya
sejak tadi. Mata bening milik si tante jutek Deasy, berkedip nelangsa.
Menandakan kekecewaan yang amat sangat.
“Ahh, mas Repotter. Tidakkah kau tahu aku dari tadi mengamatimu……?”
Tante Deasy hati-hati menutup kembali tirai jendela yang tersibak. Melepas kepergian langkah mas Repotter yang makin menjauh.
Di pintu masuk studio Rangkat TV, senyum manis Zwan menyambut mas Repotter.
“Dapat beritanya, mas?” sambut Zwan manja.
“Payah…… semuanya lebay, boro-boro berita. Yang ada malah kecewa,” Repotter menghempaskan tubuhnya di sofa studio.
“Hmmm… Zwan malah ada berita baru, mas”
“Berita apaan?”
“Tadi Depe Kecil mampir, katanya dia lihat mas Hans berangkat ke terminal”
“Ahh……,
mas Hans mau ke terminal, ke pasar, ke rumah pak Kades, bukan urusan
mas Repotter. Bukan berita yang menarik,” sungut Repotter yang masih
kesal dengan kegagalannya mendapatkan berita.
“Eh, mas Hans ke terminal mau menjemput jeng Pemi. Jeng Pemi hari ini pulang ke desa kita……”
“Haahh……? Jeng Pemi pulang kampung? Wuaaaahhh…… Bakalan tambah kusut ini,” Repotter berteriak histeris.
“Kusut
sih dari dulu, mas. Apalagi sejak mas Repotter mulai lirik-lirik tante
Deasy yang jutek itu,” sahut Zwan sambil menyembunyikan mukanya yang
merona kemerahan.
**
**Jeng
Pemi adalah tukang pijat keliling legendaris desa Rangkat yang sedang
membuka kebun jagung di luar negeri, sekaligus belajar menjadi peramal**
No comments:
Post a Comment