Thursday, May 17, 2012

Nikmatnya Pempek Bunda Di Kopdar Rangkat Palembang

Palembang masih pagi, awan hitam sedikit menggantung dilangit kota mpek-mpek. Sebuah pesan singkat dari Acik masuk ke ponsel Hans.
“Palembang cuaca agak kurang bersahabat. Semoga acara temu warga nanti sore tidak ada halangan. Jangan lupa yah, kumpul ditempat bunda Nyimas Herda…”
Hans belum sempat membalas pesan singkat itu, karena kesibukan pagi segera menyambut. Sibuk memenuhi janji pada anak-anak untuk mengajak berenang di waktu liburan pulkam yang sangat sempit.
Rencana untuk acara temu warga dijadwalkan selepas jam lima sore. Yaitu selepas jam kerjanya seorang Kompasianer, Siti Palembang.

***
Sore menjelang kopdar, mendung semakin menggantung.
Hans dan Depe Kecil sudah meluncur menuju salah satu pusat perbelanjaan termegah di tengah kota Palembang, Palembang Square. Ditempat ini mereka berjanji bertemu dengan Acik dan Siti Palembang. Siti kebetulan memang bekerja di mall ini. Sambil menunggu jam kerja Siti usai, mereka sibuk dengan kesibukan masing-masing. Sementara diluar hujan deras mengguyur kota Palembang.
Keinginan untuk bertemu di alam nyata, tak mengendurkan niat ke empat Kompasianer ini untuk menyambangi kediaman bunda Nyimas Herda di kawasan 12 Ulu Plaju. Dari Palembang Square rombongan bergerak kearah jembatan Ampera. Menyeberangi sungai Musi dan kemudian berbelok arah ke kawasan Plaju. Kompasianer lain yang juga sedang dalam perjalanan adalah Wahyudi Ferry dan mbak Yuli.
Tidak mudah menemukan kediaman bunda Nyimas, apalagi ditengah padatnya arus lalulintas sore di akhir pekan. Ditambah lagi pandangan agak terhalang karena hujan deras terus mengguyur. Beberapakali Hans dan Acik harus berbasah ria turun dari mobil. Tanya kiri kanan, dari mulai tukang becak, tukang pempek, tukang martabak, dan tukang bangunan. Hubungan telepon dengan bunda Nyimas juga agak tersendat.
Selalu ada jalan dan kemudahan untuk suatu jalinan silaturahmi. Ditengah guyuran hujan dan kegelapan mendung menjelang maghrib, seorang pengendara sepeda motor bersedia menjadi penunjuk arah. Tanpa meminta bayaran, tanpa meminta imbalan, semuanya atas dasar persaudaraan. Dalam istilah Palembang dikenal dengan ungkapan “Wong kito galo…” atau artinya “Orang kita semua / Kita semua bersaudara…”
Akhirnya rombongan mengikuti dari belakang pengendara sepeda motor. Meski beberapa kali kehilangan jejak pengendara karena jarak pandang yang terbatas, akhirnya rombongan tiba juga di kediaman bunda Nyimas. Seiring dengan berkumandangnya adzan maghrib untuk kota Palembang dan sekitarnya.
Sambutan hangat si tuan rumah yang merupakan pengusaha warnet, baik di desa maya Rangkat maupun dialam nyata, mengobati segala kegalauan selama masa pencarian kediamannya barusan.
Usai melaksanakan sholat maghrib di mesjid terdekat, rombongan kembali duduk bersila bertutur sapa secara nyata. Akrab dan penuh dengan rasa pertalian saudara. Suasana semakin akrab ketika Wahyudi Ferry datang dengan balutan jas hujan.
Pertemuan silaturahmi kopdar akhirnya tercapai. Memang karena sesuatu hal, mbak Yuli tidak bisa ikut berkumpul. Mungkin di lain kesempatan akan tiba masanya untuk bertemu dengan beliau.
Tiada kata yang bisa melukiskan indahnya suatu silaturahmi. Kecuali perasaan bahagia yang sangat mendalam. Berikut biarlah foto-foto yang berbicara….
Teriring ucapan terimakasih pada bunda Nyimas atas segala waktu dan tempatnya. Pempek yang dihidangkan akan terus terasa kelezatannya sampai ke tanah seberang. 

Satu porsi…? Mana cukup? Dua porsi Pempek Kapal Selem untuk Siti Palembang   
Khas Timteng… Menyeberang samudera, menjadi penghangat di kediaman Bunda  
Kelezatannya terus terasa sejauh kaki melangkah
Senangnya bisa kopdar-an 
Dari Maya menjadi Nyata

Siapkah mereka berdua merasakan manisnya terseret ECR-2..?

No comments:

Post a Comment