“Palembang
cuaca agak kurang bersahabat. Semoga acara temu warga nanti sore tidak
ada halangan. Jangan lupa yah, kumpul ditempat bunda Nyimas Herda…”
Hans
belum sempat membalas pesan singkat itu, karena kesibukan pagi segera
menyambut. Sibuk memenuhi janji pada anak-anak untuk mengajak berenang
di waktu liburan pulkam yang sangat sempit.
Rencana untuk acara temu warga dijadwalkan selepas jam lima sore. Yaitu selepas jam kerjanya seorang Kompasianer, Siti Palembang.
***
Sore menjelang kopdar, mendung semakin menggantung.
Hans
dan Depe Kecil sudah meluncur menuju salah satu pusat perbelanjaan
termegah di tengah kota Palembang, Palembang Square. Ditempat ini mereka
berjanji bertemu dengan Acik dan Siti Palembang. Siti kebetulan memang
bekerja di mall ini. Sambil menunggu jam kerja Siti usai, mereka sibuk
dengan kesibukan masing-masing. Sementara diluar hujan deras mengguyur
kota Palembang.
Keinginan
untuk bertemu di alam nyata, tak mengendurkan niat ke empat Kompasianer
ini untuk menyambangi kediaman bunda Nyimas Herda di kawasan 12 Ulu
Plaju. Dari Palembang Square rombongan bergerak kearah jembatan Ampera.
Menyeberangi sungai Musi dan kemudian berbelok arah ke kawasan Plaju.
Kompasianer lain yang juga sedang dalam perjalanan adalah Wahyudi Ferry dan mbak Yuli.
Tidak
mudah menemukan kediaman bunda Nyimas, apalagi ditengah padatnya arus
lalulintas sore di akhir pekan. Ditambah lagi pandangan agak terhalang
karena hujan deras terus mengguyur. Beberapakali Hans dan Acik harus
berbasah ria turun dari mobil. Tanya kiri kanan, dari mulai tukang
becak, tukang pempek, tukang martabak, dan tukang bangunan. Hubungan
telepon dengan bunda Nyimas juga agak tersendat.
Selalu
ada jalan dan kemudahan untuk suatu jalinan silaturahmi. Ditengah
guyuran hujan dan kegelapan mendung menjelang maghrib, seorang
pengendara sepeda motor bersedia menjadi penunjuk arah. Tanpa meminta
bayaran, tanpa meminta imbalan, semuanya atas dasar persaudaraan. Dalam
istilah Palembang dikenal dengan ungkapan “Wong kito galo…” atau artinya
“Orang kita semua / Kita semua bersaudara…”
Akhirnya
rombongan mengikuti dari belakang pengendara sepeda motor. Meski
beberapa kali kehilangan jejak pengendara karena jarak pandang yang
terbatas, akhirnya rombongan tiba juga di kediaman bunda Nyimas. Seiring
dengan berkumandangnya adzan maghrib untuk kota Palembang dan
sekitarnya.
Sambutan
hangat si tuan rumah yang merupakan pengusaha warnet, baik di desa maya
Rangkat maupun dialam nyata, mengobati segala kegalauan selama masa
pencarian kediamannya barusan.
Usai
melaksanakan sholat maghrib di mesjid terdekat, rombongan kembali duduk
bersila bertutur sapa secara nyata. Akrab dan penuh dengan rasa
pertalian saudara. Suasana semakin akrab ketika Wahyudi Ferry datang
dengan balutan jas hujan.
Pertemuan
silaturahmi kopdar akhirnya tercapai. Memang karena sesuatu hal, mbak
Yuli tidak bisa ikut berkumpul. Mungkin di lain kesempatan akan tiba
masanya untuk bertemu dengan beliau.
Tiada
kata yang bisa melukiskan indahnya suatu silaturahmi. Kecuali perasaan
bahagia yang sangat mendalam. Berikut biarlah foto-foto yang berbicara….
Teriring
ucapan terimakasih pada bunda Nyimas atas segala waktu dan tempatnya.
Pempek yang dihidangkan akan terus terasa kelezatannya sampai ke tanah
seberang.
Satu porsi…? Mana cukup? Dua porsi Pempek Kapal Selem untuk Siti Palembang |
Khas Timteng… Menyeberang samudera, menjadi penghangat di kediaman Bunda |
Kelezatannya terus terasa sejauh kaki melangkah |
Senangnya bisa kopdar-an |
Dari Maya menjadi Nyata |
Siapkah mereka berdua merasakan manisnya terseret ECR-2..? |
No comments:
Post a Comment