Hampir tiga pekan sudah, kemelut Gladiol masih belum berujung. Kemelut berawal dari Gladiol yang dititipkan Hans pada Kembang, untuk dirawat dan dikembang biakkan.
Dengan
sentuhan kasih sayang dan amanat untuk menjaga titipan, Kembang merawat
Gladiol itu sepenuh hati. Menjaganya dari segala kemungkinan yang dapat
merontokkan mahkotanya. Hingga akhirnya Gladiol itu bermekaran
memancarkan aura keelokan dan kecantikannya.
Ketika
tiba saatnya Gladiol itu dipetik Kembang, Hans pun datang dengan
harapan yang mengembang. Berharap akan menerima rangkaian Gladiol dari
pokok yang tercantik. Namun apa hendak di kata, Gladiol itu malah
berlayar ke tangan Rizal repotter.
Kabar
terakhir yang Hans dengar, kini Gladiol itu berada di tangan Miss
Rochma si guru desa. Setelah sebelumnya Gladiol itu hampir saja mampir
di tangan Zwan Galang. Kok bisa? Ahh, terlalu panjang kisahnya kalau
dituliskan. Klik saja deh disini untuk seri Gladiol sebelumnya versi Hans, versi Kembang, versi Rizal Repotter, versi Miss Rochma, versi Rizal lagi, dan versi Kembang lagi.
*******
“Aku
malu, Ki…… Gladiol itu kan harusnya Kembang berikan padaku. Apa kata
dunia jika Hans tidak mendapatkan kembali Gladiol itu? Lebih baik Hans
gantung pentungan saja…!!” Hans mengadu pada Ki Dalang Edi di sela-sela
jam latihan memukul gamelannya.
“Looo… kok sampai begitu, mas Hans…?” Ki Dalang kaget melihat Hans tidak seperti biasanya.
“Terang
saja dong, Ki…… Ini masalah harga diri. Masalah kepercayaan, dan
masalah pertemanan,” sahut Hans masih dengan suara menggebu-gebu.
“Sabar…… sabar mas. Coba sampeyan ngomong dengan tenang tohh..” Ki Dalang menenangkan.
“Begini…
Ki Dalang ingat mas Hikmat, kan? Itu lho… petugas arsip desa yang
ditugaskan pak Kades untuk studi banding ke Kalimantan. Dia itu kan
tunangannya neng Kembang. Nah, sebelum berangkat ke Kalimantan, mas
Hikmat menitipkan neng Kembang pada Hans. Supaya Hans menjaga neng
Kembang dari gangguan kumbang-kumbang Rangkat……” Hans menceritakan.
“Oooo……
jadi selama ini sampeyan dekat-dekat neng Kembang atas amanat mas
Hikmat, toh..? Tak kirain sampeyan nyari-nyari kesempatan selagi mas
Hikmat nggak ada…” Ki Dalang tersenyum menggoda.
“Masak pagar makan tanaman, Ki. Malu sama pentungan, dong” sahut Hans mesem-mesem.
“Lah,
hubungannya sama Gladiol apa…?” mendadak Ki Dalang ingat dengan topik
pembicaraan tadi, yaitu tentang Gladiol yang berpindah tangan.
“Beberapa
waktu lalu Hans mendapat kiriman dari mas Hikmat bibit Gladiol Holland
van Paris. Mas Hikmat berpesan agar bibit Gladiol itu di berikan pada
neng Kembang untuk dirawat dan dikembang biakkan. Jika neng Kembang bisa
merawat Gladiol itu, berarti Kembang bisa merawat dan menjaga cintanya
mas Hikmat selama ditinggalkan…” Hans bersemangat menjelaskan.
“Terus……” timpal Ki Dalang.
“Nah,
sekarang mas Hikmat sudah pulang. Tapi masih berada di desa tetangga.
Mas Hikmat tidak mau pulang ke desa Rangkat jika neng Kembang terbukti
tidak bisa menjaga cintanya. Untuk membuktikannya, Gladiol yang Kembang
rawat selama ini harus Hans tunjukkan pada mas Hikmat. Hanya dengan
Gladiol itulah yang bisa membuat mas Hikmat kembali ke tengah-tengah
kita. Tapi sekarang dimana Gladiolnya, Hans tidak tahu. Gimana ini,
Ki……?” Hans bertanya setelah menjelaskan semuanya.
“Hahahahaha……
wess, itu masalah gampang. Serahkan pada Ki Dalang untuk melacak
keberadaan Gladiol itu. Ki Dalang kan punya satu kompi pasukan Jin yang
siap membantu. Yang penting masalahnya sudah jelas. Gladiol itu berasal
dari neng Kembang untuk mas Hikmat, sebagai bukti cinta mereka. Meskipun
jarak memisahkan, tapi cinta mereka tetap utuh,” Ki Dalang tersenyum
puas.
Ki
Dalang senang, karena meskipun di desa Rangkat para warganya lebay
memainkan cinta yang mengaduk-aduk perasaan, tapi urusan kesetiaan
adalah yang utama dan harus dipertahankan.
Ternyata
bukan hanya Ki Dalang yang tersenyum senang. Seseorang berseragam
keamanan desa yang kekecilan juga ikut tersenyum puas mengintip dari
belakang gamelan. Tidak jelas siapakah dia, karena sinar lampu memang
dibuat temaram di kediaman Ki Dalang untuk menambah kesan mistisnya.
“Ternyata mas Hans nggak ada apa-apa dengan mbak Kembang. Ahh, senangnya hatiku…” tanpa sadar dia bergumam sendirian.
“Heiii…… siapa itu…?” Ki Dalang membentak sambil berkacak pinggang.
Wusss…
sosok itu langsung lenyap di kegelapan, hilang tanpa ketahuan kearah
mana larinya. Hanya meninggalkan jejak di belakang gamelan berupa dua
kantung keripik kentang, satu boks martabak telor, dan dua kaleng
minuman bersoda, yang semuanya sudah kosong melompong. Tak ada yang
tahu, siapakah dia? Sosok yang ternyata sedari tadi ikut menguping
pembicaraan Hans dan Ki Dalang.
No comments:
Post a Comment