Kamu adalah ketakutanku akan cinta…. Kamu adalah ketidakakuanku akan sayang…
Satu
baris kata yang tidak bisa kau mengerti dengan baik. Aku benci berada
pada waktu dimana kau harus kembali menghilang berbaur dengan segala
rutinitas. Saat pesawat itu melarikanmu jauh dariku, saat aku sadar
sebentar lagi kau akan hilang. Sampai nanti tiba lagi waktunya saat kamu
akan berkata seperti hari ini,
“Bella… Aku berangkat ke Jakarta besok…..”
Kali ini aku tidak ingin kehilangan semua waktuku bersamamu. Aku sedang lelah, aku penat…
Masih
bisa disebut kekasihkah, atau entah atas nama apa. Aku selalu
bersemangat saat kau datang ke Jakarta-ku. Sama dengan luapan perasaan
rindu yang selalu kau sampaikan. Kata sayang dan cinta sama-sama sudah
kuhindari sejak pertemuan terakhir kita. Biar kusadur semua hanya dalam
ungkapan,
“Kita itu hanya ada aku….. Dan kamu…..”
Setibamu
di tempatku, kau langsung menelponku. Kau menungguiku di lobby mall,
karena aku masih harus bertemu dengan rekananku. Kau terus mengirimkan
pesan bertubi-tubi, memintaku segera menyudahi meetingku.
“Lelah dan sangat membosankan disini…..” katamu.
Memang sudah hampir dua jam, dan aku hanya bilang…
“Tunggu sebentar lagi……” apalagi yang kupunya selain jawaban itu dan kata maaf…?
**********
Hufft…., akhirnya selesai juga. Aku langsung menahanmu dan memintamu menunggu sebentar lagi.
”Aku sudah di parkiran, sayang…. Apa kamu pikir aku nggak kangen sama kamu…..?” ujarku merajuk.
Kamu
langsung menutup teleponmu. Aku tersenyum, aku tahu sekali, kamu pasti
menungguku. Sikap cepat marahmu tak pernah hilang darimu. Justru itu
yang selalu membuatku gemas merindumu.
“Lama sekali meetingnya, apa kamu tidak merindukanku….?“ tanyamu dengan tatap yang selalu membiusku, hingga masuk kedalam dunia yang hanya ada aku dan kamu. Tanpa logika.
“Iya, aku kangen sekali sama kamu, Ren…” sahutku, dan kamu menarikku ke dalam pelukanmu.
Aku mengijinkanmu mereguk rindu itu, meski berkali-kali hatiku bersuara….
“Lihat saja, sebentar lagi dia akan meninggalkanmu lagi…..”
Ahhh,
aku sudah tidak peduli… Aku hanya ingin menikmati kehadiranmu kali ini.
Bosan juga selalu beradu argumen dan hasilnya selalu bertengkar. Tidak
seperti biasanya, kali ini semua terasa manis. Bahkan terlalu manis jika
harus kuhamparkan kenyataannya bahwa kamu hanyalah rasa sesaat. Bukan
untuk kugenggam lebih lama dari ini.
Ketidak
mungkinan untuk kita, sering membuatku ingin sudahi saja semuanya.
Berkali-kali kau katakan betapa berartinya aku untukmu, tetap saja aku
tak bisa jelaskan artimu untukku. Keraguan yang selalu meneguhkan
angkuhku untuk berkata cinta di depanmu.
Kupejamkan
mataku, dan kubiarkan kamu meninggalkan jejak lebih dari sebelumnya.
Sekejap, angkuhku-pun luruh. Menanggalkan rasa tak percayaku, meyakini
bahwa getar ini juga bisa jadi milikku. Miliki saja aku malam ini,
bersama dengan segala ucap cintamu padaku. Aku menyerah, sayang…..
**********
Tanganku
tak terlepas dari handphone-ku pagi ini. Semakin banyak kata yang
terketik mesra, seperti sembilu yang menusuk perlahan. Lagi-lagi
bermain dengan pedih yang sudah kuhafal mati. Sebentar lagi, pesawat itu
akan kembali membawamu terbang. Dan kamu hilang dengan manisnya disana.
Meski seperti ada yang terangkat dari hatiku, tiap kali kau sudah harus
matikan handphonemu.
“Aku disini tetap memaknai cinta yang hanya sebatas kedatanganmu saja…..”
**********
(by “Icha” Moussycha)
___________________________
Aku
belum terlalu jauh melangkah. Masih dua belokan lagi sebelum lorong
terakhir menjelang pintu pesawat. Kuhentikan langkah sejenak untuk
menatapmu dari tempatku berdiri. Ternyata dirimu masih berdiri disitu,
hampa tanpa ekspresi. Sejenak kita saling bertatapan. Dan untuk terakhir
kalinya saling melambaikan tangan, menutup pertemuan kita pada
kedatanganku kali ini.
“Aku harus pergi, sudah cukup pertemuan kita kali ini…..”
Engkau
terus menghujani handphone-ku dengan puluhan pesan singkatmu. Akupun
selalu bersemangat membalasnya, meskipun dengan sembunyi-sembunyi. Untuk
menghindari pandangan pramugari yang hilir mudik kesana kemari.
Dulu,
selalu saja aku membenci momen seperti ini. Kedatangan yang selalu di
akhiri dengan kepergian. Dan pertemuan yang selalu beriringan dengan
kata perpisahan. Tapi kini aku mulai memaknai arti dari setiap
kedatangan dan kepergianku.
Aku dan kamu, adalah sebuah peran dalam bentangan rentang waktu. Bertemu di satu titik, hanya pada waktu dan periode tertentu.
Aku dan kamu, adalah sebuah kata ketakutan sekaligus kebencian. Takut dan benci pada kata perpisahan, di akhir masa pada setiap kedatanganku.
Aku dan kamu, adalah sebuah rinai kerinduan. Yang melebur di setiap kali kedatanganku, dan kembali menggemuruh di saat kepergianku.
Aku dan kamu, adalah sebuah penjemputan. Penjemputan separuh nafas untuk kembali merengkuh bagian nafas yang tertinggalkan sebelumnya.
Aku dan kamu, yah…. memang cuma ada kita. Tanpa ada siapapun yang tahu, tentang perjalanan kedatangan dan kepergian cinta.
**********
Deru
mesin pesawat mulai menggerung, berancang meninggalkan landasan untuk
membawaku pergi menjauh darimu. Dari hari-hari mu, dan dari Jakarta-mu.
Dulu,
pada setiap kedatanganku yang terdahulu. Aku tak pernah tahu bahwa ada
sesuatu yang selalu kubawa darimu, di setiap kepergianku. Padahal dia
selalu hadir bersama kepergianku, meskipun betapa jauhnya aku. Baru di
kedatangan yang sebelum kedatangan kali ini aku menyadarinya.
“Yaitu rinai rindu-mu…..”
Karena
rinai rindu-mu itulah aku selalu datang di setiap kesempatanku. Dan
tidakkah kau tahu? Bahwa selalu ada sesuatu yang kutinggalkan padamu
disetiap kedatanganku?
“Yaitu separuh nafasku….”
Separuh nafasku itu selalu tinggal padamu, dan menemani hari-harimu meskipun aku jauh darimu.
Padaku ada rinai rindumu. Dan padamu ada separuh nafasku.
Rinai rindumu dan separuh nafasku, adalah bentuk ikatan kita. Ikatan
antara aku dan kamu. Supaya kita bisa saling percaya, bahwa aku dan kamu
selalu ada.
“Bukan hanya sebatas kedatanganku saja…..”
**********
(by Hans Rangkat)
___________________________
Postingan kolaborasi “Icha” Moussycha dan Hans Rangkat
Ilustrasi from image google search
No comments:
Post a Comment