Aku kembali terkulai lemah. Tirai itu tetap tak mampu Aku sibakkan. Tirai tipis antara Aku dan mereka.
“Bangun, Papa….” itu suara Laura, Bidadari kecilku.
“Sayang, jangan menyerah….” yang itu adalah suara Natasha. Aku menyebutnya sebagai Peri pengisi hari-hariku.
“Ikutlah denganku, ada tempat yang lain untukmu…” terdengar suara yang lain.
Aku
menoleh pada sumber suara. Dibalasnya tatapanku dengan hangat. Aku kini
berada diantara dua pilihan. Mengikuti ajakannya, atau kembali berusaha
menyibak tirai itu.
“Ayolah…..” ajaknya sambil menyentuh ubun-ubunku.
Aku mengangguk.
“Papa..….” diiringi tangisan Peri dan Bidadari kecilku.
Sesaat kemudian Aku merasa ringan, melayang terbang. Meninggalkan mereka dan jasadku yang terbaring. Mati.
___________________
No comments:
Post a Comment