Entah di kepulangan pada tahun 2008
atau 2009 kisah ini terjadi. Saya agak sulit mengingatnya. Karena
secara frekwensi dalam satu tahun kepulanganku ke Indonesia berkisar
antara tiga sampai lima kali. Dan setiap kepulangan selalu membawa
cerita tersendiri. Tapi semoga diantara Kompasianer yang membaca
tulisan ini adalah juga pemeran dalam kisah berikut. Sehingga dapat
melengkapi kronologi, dialog, waktu, ataupun kekurangan-kekurangan
lainnya. Tapi secara garis besarnya kejadiannya adalah seperti yang
diceritakan berikut ini.
**********
Proses boarding untuk maskapai
penerbangan Etihad airways Abu Dhabi tujuan Jakarta baru saja dimulai.
Dari tengah barisan antrian para penumpang yang sebagian besar adalah
rekan-rekan TKW terdengar teriakan. Salah satu rekan TKW kita, sebut
saja namanya Minah (bukan nama sebenarnya, cuma untuk kemudahan menceritakan kejadian)
tiba-tiba terjatuh dari kursi roda dorong. Minah tertelungkup di
lantai dan tak sadarkan diri beberapa saat. Berdasarkan rekomendasi tim
paramedis yang membantu, kemungkinan Minah tidak diperkenankan untuk
melakukan penerbangan karena dirinya butuh perawatan lanjutan. Minah
adalah penumpang transit dari Arab Saudi.
“Pokoknya Minah mau pulang sekarang….”
kira-kira begitu kata-katanya sambil menyerahkan selembar kertas tanda
telah menjalani perawatan sebuah rumah sakit di Abu Dhabi.
Minah seharusnya melakukan penerbangan
lanjutan ke Jakarta kemarin. Tapi sama seperti hari ini, dia tiba-tiba
tidak sadarkan diri ketika proses boarding kemarin. Ini adalah kejadian
yang kedua kalinya. Saat itu Minah melakukan perjalanan hanya seorang
diri, tak ada satupun teman atau kenalannya yang mendampingi. Dari
paspor yang dipegangnya sedikit data yang bisa kuingat adalah Minah
kelahiran Tegal, Jawa Tengah. Usianya pada saat itu sekitar 20 tahun.
Tubuhnya kurus dan pucat dalam balutan jilbab yang lusuh. Keluarganya
tinggal di Jakarta, kalau tidak salah dia sempat menyebut nama suatu
daerah di sekitar arah terminal Kali Deres.
“Tolong usahakan, Kak….. Minah mau pulang sekarang. Minah sudah sehat, sudah kuat….” kata-katanya mengiba dan dikuat-kuatkan.
Bersama dua orang penumpang lainnya,
kami mencoba bernegosiasi dengan kru penerbangan. Akhirnya Minah
diperbolehkan berangkat dengan catatan ada orang yang menjamin untuk
mendampinginya selama penerbangan. Bertiga kita menyatakan siap sebagai
penjamin.
Akhirnya kami berempat semuanya yang
terdiri dari saya sendiri, Minah, dan seorang penumpang wanita yang
merupakan penumpang transit dari Eropa (aku lupa namanya, untuk kemudahan menceritakan kita panggil saja namanya mbak Lena),
serta seorang laki-laki yang baru saja menyelesaikan perjalanan dinas
dari kantornya di Indonesia selama beberapa hari di Abu Dhabi (kalau tidak salah namanya pak Iwan dari Jakarta).
******
Menjelang sekitar pukul 15.00 WIB kami
berempat lewat dari pemeriksaan akhir imigrasi. Paspor mbak Minah
terpegang aman dalam genggamanku. Setelah semua bagasi didapatkan, kami
berjalan menuju pintu keluar. Minah kita apit di tengah-tengah. Di
depan kami beberapa rekan TKW kita dicegat dan diarahkan untuk berbalik
arah menuju terminal khusus TKI. Beberapa diantaranya sempat
bersitegang, tapi tetap saja akhirnya mereka kalah dan berbalik arah.
Dua orang petugas yang berjaga waktu itu, satu orang perempuan dan
seorang lagi laki-laki.
Kita nyaris melewati mereka berdua,
namun tiba-tiba petugas laki-laki langsung menunjuk kearah Minah dengan
nada seperti membentak.
“Mbak….!!! Lewat sana…. Lewat sana….!!” katanya sambil menunjuk menggunakan pesawat handy talky-nya.
Kalau saja lengan Minah tidak saya pegang, mungkin Minah sudah berbalik arah. Tubuhnya bergetar dan mulai menangis.
“Dia bersama saya…. Dia pulang bersama saya….” kontan saya menyahut.
“Coba lihat paspornya….!!” si petugas pria mendekat.
“Bapak petugas imigrasi…? Cuma petugas imigrasi yang berhak mengecek paspor….” sahutku berusaha tenang.
“Mbak ini TKW, kan….? TKW lewat sebelah sana…!! Ini peraturan…!!” kurang lebih seperti itulah kata-katanya.
Minah duduk pasrah diatas bagasinya.
Paspor tetap saya pegang. Mbak Lena dan pak Iwan mencoba berargumen.
Perdebatan kencang terjadi diantara mereka. Kedua petugas tersudut
dengan serangan argumentasi kedua sahabat seperjalanan ini.
“Bawa peraturannya kesini….!!” tantang mbak Lena.
“Ada di kantor atasan saya….” jawab petugas perempuan.
“Panggil atasanmu kesini….!!” Pak Iwan dan mbak Lena makin bersemangat.
Kedua petugas itu seperti terkaget
mendapat tantangan seperti itu, keduanya terdiam. Petugas laki-laki
mengambil HP-nya dan berbicara dengan seseorang. Entah itu tersambung
atau tidak, tapi seakan-akan dia berbicara dengan atasannya.
Disaat bersamaan, karena kegaduhan yang
terjadi hampir semua rombongan TKW yang dibelakang kita menerobos
melewati kedua petugas yang kewalahan ini. Beberapa TKW yang tadinya
sempat berjalan kearah terminal khusus berbalik arah lagi menuju pintu
keluar. Mereka malah sempat bertepuk tangan dan bersorak melihat kedua
petugas ini tidak berdaya.
“Kata atasan saya bapak-bapak ini disuruh menghadap ke kantornya….” kata petugas laki-laki kemudian.
“Minta nomor atasanmu, biar saya telepon langsung…!!” tantang pak Iwan.
Ada keraguan di wajah kedua petugas
itu. Tapi setelah didesak akhirnya diberikannya juga nomor itu. Tapi
berkali-kali dihubungi tidak terhubung. Entahlah, mungkin itu nomor
yang mengada-ada. Lalu setelah dimintakan lagi nomor lainnya barulah
terhubung dengan seseorang yang mengaku dirinya memang atasan kedua
petugas ini.
Pak Iwan sempat bersitegang, karena
pada intinya mereka tetap tidak mengizinkan Minah ikut bersama kita
keluar bandara. Alasan sakit yang dikuatkan dengan surat keterangan
rumah sakit dari Abu Dhabi-pun dianggap seperti angin lalu. Meskipun
akhirnya dicapai kesepakatan, Minah bisa ikut dengan kita keluar
asalkan kita menandatangani surat pernyataan.
“Mana form surat pernyataannya….? Biar kita tandatangani, bahwa kita yang bertanggung jawab atas mbak Minah ini,” kata pak Iwan.
“Wah, nggak ada, pak… Bapak bikin saja sendiri deh….!!” sahut petugas itu yang sudah hilang rasa percaya dirinya.
Karena perdebatan ini, makin banyak TKW yang seharusnya mereka giring menuju terminal khusus menjadi terabaikan.
“Lhooooo…… sampeyan ini petugas apa…?
Masak form seperti itu tidak ada…? Apa perlu kami telepon lagi atasan
kamu…?” tanya mbak Lena heran.
Petugas perempuan berjalan menuju salah satu counter, dan datang lagi beberapa saat kemudian dengan membawa selembar kertas.
“Kamu yang menulis surat pernyataannya, kami nanti yang menandatanginya…” kata pak Iwan.
Kerumunan sorak sorai penumpang yang
menonton-pun semakin riuh. Si petugas wanita mulai menulis kalimat yang
didiktekan mbak Lena. Namun secara tiba-tiba dan tak diduga, Minah
yang sedari tadi hanya terduduk di atas bagasinya tiba-tiba berlari
menuju ke arah terminal khusus TKI sambil menyeret bagasinya. Aku dan
pak Iwan berusaha mengejarnya, untuk mengetahui apa yang menyebabkannya
berlari.
“Sudah Kak, biarlah Minah ke terminal
itu saja. Terimakasih Kakak-kakak sudah membantu…..” Minah memberontak
ketika coba saya tahan.
Minah berlari sambil menangis tanpa
mampu kami cegah. Dari belakang mbak Lena menyusul. Aku masih sempat
mengejarnya sekali lagi untuk menyerahkan paspornya.
“Selama di pesawat aku juga nggak
ngerti apa yang dik Minah bicarakan. Keterangannya selalu
berubah-ubah…” terang mbak Lena yang nampak kecewa.
Kamipun mengambil keputusan agar
membiarkan saja Minah menuruti kemauannya. Yang jelas segala upaya dan
usaha kami sudah kami jalankan semampu kami. Sebelum kami keluar
bandara kembali kami menemui kedua petugas tadi. Kami titipkan pada
mereka bahwa Minah dibawah pengawasan kami. Jika terjadi sesuatu
terhadap Minah, kami akan bertindak. Dan kami sempatkan sekali lagi
menelepon atasan kedua petugas itu. Kami ceritakan kronologisnya
sekaligus menyerahkan tanggung jawab untuk menjamin keselamatan Minah
sampai di tempat tujuannya.
Terlepas dari apapun kisah perjalanan
Minah, itu adalah cerita lain. Namun yang coba kutulis disini adalah
gambaran bagaimana para petugas di bandara internasional Soekarno-Hatta
dalam melayani para TKI pada saat itu. Mereka akan menggunakan
berbagai cara untuk menggiring TKI agar masuk ke terminal khusus TKI
itu. Seolah-olah terminal khusus TKI itu adalah tempat yang wajib untuk
disinggahi.
** Image from Kompas.com
No comments:
Post a Comment