“Mengikhlaskan, adalah obat penenang jiwa yang paling ampuh, mbak Kembang…” ucap Miss Rochma sambil memeluk sahabatnya, Kembang.
Kembang hanya menunduk menyembunyikan isak tangisnya. Kabar yang diterimanya dari Mommy barusan tentang pernikahan kang Hikmat dengan seorang srikandi di tanah seberang masih terngiang.
“Mbak
Kembang, yakinlah engkau akan mampu melewatinya. Akupun dulu juga
begitu… Perpisahanku dulu dengan sang juragan Kopi Rangkat juga sempat
membuat hatiku limbung, dan jiwakupun ikut meradang. Tapi aku tidak mau
larut dalam kesedihan. Ada banyak cinta dari para arjuna Rangkat lainnya
di sini.….” Miss Rochma melanjutkan.
“Terimakasih,
Miss… Sejujurnya tangisku ini bukanlah tangis kesedihan. Tapi ini
adalah tangis kebahagiaan. Doaku selama ini selalu mengiringi langkah
kaki kang Hikmat. Agar dia segera menemukan pelabuhan hatinya….” Sahut
Kembang, ada seutas senyum tulus bahagia di wajahnya kini.
“Jadi…. Kalian selama ini tidak bertunangan…?” potong Miss Rochma.
“Tidak,
kami tidak bertunangan. Kedekatan kami selama ini hanya karena aku
ingin mengenalkan sahabat solehahku pada kang Hikmat… Dan kang Hikmat
juga mencoba mendekatkan aku pada seorang laki-laki yang selama ini
sangat dipercayainya… Laki-laki yang diberi tanggung jawab oleh kang
Hikmat untuk selalu menjagaku,” Kembang menjelaskan panjang lebar.
“Kalau boleh tahu, siapakah laki-laki itu, mbak Kembang…?” Miss Rochma jadi penasaran.
“Dia
adalah yang selama ini selalu menjaga dan menopang hatiku. Dia juga
yang selalu menerbangkan setiap angan dan mimpi-mimpiku….” Kembang
menghentikan ucapannya.
“Dia bukan mas Rizal repotter, kan..??!!” seketika ada gemuruh kegalauan dalam nada suara pertanyaan Miss Rochma. Kegalauan yang berbalut kecumburuan.
Kembang
tidak menjawab, hanya bias ketidak mengertian yang kini terpampang
jelas di wajahnya. Dan Miss Rochmapun ikutan terdiam sambil membayangkan
wajah seseorang yang selalu mengenakan kaca mata hitam yang kebesaran.
****
Sementara itu di salah satu sudut desa Rangkat, seorang wanita cantik sedang asyik merangkai bunga di kios bunga mungilnya. Satu ikat bunga Gladiol dirangkainya penuh perasaan, hingga membentuk rangkaian bunga bersusun romantis.
“Ahh, akhirnya selesai juga rangkaian bunga ini…” gumamnya tersenyum puas.
Adalah
kebiasaannya setiap pagi akhir-akhir ini untuk menyiapkan rangkaian
bunga Gladiol di kios bunga miliknya. Untuk selanjutnya akan dibawanya
ke kantor desa menggantikan bunga Gladiol yang sehari sebelumnya
dipajangnya di sana.
****
Dan
disaat yang sama di kantor desa Rangkat, seseorang yang belakangan ini
akrab dipanggil Aa Kades sedang menatap Gladiol yang di pajang sejak
kemarin pagi. Hatinya selalu bergemuruh manakala menatap Gladiol itu.
Dan semakin bergemuruh manakala memandang si perangkai Gladiol yang
datang dan mengantarkan rangkaian Gladiol barunya.
“Hayooo, Aa Kades melamun lagi…. Tuh, pengantar Gladiolmu sudah datang…..” ledekan sang Sekretaris Pribadi Kades, Acik dan Sekdes Rangkat, Asih membuyarkan lamunannya.
****
Bersambung…..? Pasti dong, ECR-4 masih akan terus bersambung.
No comments:
Post a Comment