Suniyah,
aku tahu namanya Suniyah ketika membantunya pada saat proses check in.
Passport yang dipegangnya menyebutkan bahwa dirinya berasal dari suatu
daerah di Jawa Barat. Kelahiran dua puluh empat tahun silam. Tujuan
akhirnya nanti adalah Riyadh, Arab Saudi.
“Semoga nanti saya mendapatkan majikan yang baik….” katanya penuh harap.
“Suami mbak kerjanya apa….?” pertanyaan itu terlontar begitu saja.
“Pengangguran, Mas. Di kampung susah nyari kerjaan,” jawabnya.
“Mudah-mudahan nanti kalau sudah ada uang, aku bisa belikan dia motor untuk ngojek…” lanjutnya.
“Terus anak-anak sama Bapaknya…?”
“Kalau
anak dari suami saya yang dulu tinggal sama Emak. Kalau dengan suami
yang sekarang tinggal dirumah mertua, baru bisa merangkak….” jujur semua
diungkapkannya.
“Terus sekarang Mbak mau kerja lagi….?”
“Kalau
aku tidak jadi TKW, kami mau makan apa…? Wong suami nggak kerja. Semua
harta benda di kampung termasuk rumah dijual suami yang dulu. Aku tidak
punya apa-apa lagi. Untung saja bapakku masih punya rumah untuk
berteduh….” suaranya datar.
Aku tidak berkata apa-apa. Hanya pikiranku berputar-putar berusaha menyelami dan memahami cerita kehidupannya.
“Dulu
sempat dua tahun aku bekerja jadi TKW di Kuwait. Tiap bulan aku
kirimkan uang untuk suamiku yang dulu di kampung. Tapi ternyata dia
kawin lagi……!!” pengakuan yang jujur dari mulutnya membuatku
terperangah.
“Terus akhirnya bercerai….?” tanyaku hati-hati.
“Habis
kontrak kerja dua tahun di Kuwait aku pulang dan minta cerai. Satu
tahun kemudian Bapakku menikahkan aku dengan suami yang sekarang,”
jawabnya lancar.
“Kenapa bukan suaminya saja yang jadi TKI…? Kan laki-laki yang seharusnya nyari duit…!!” ada nada protes dalam pertanyaanku.
“Susah, Mas… Wong di kampungku kebanyakan yang kerja ke luar negeri yang wanita-wanita….” jawabannya membuatku terdiam.
Sebuah
jawaban yang akhirnya membuatku berpikir dan mempertanyakan tentang
arti sebuah tanggung jawab dari seorang lelaki. Dimana seorang lelakilah
yang seharusnya menjamin kebutuhan hidup seorang istri. Bukan untuk
dijamin kehidupannya oleh seorang istri, seperti Suniyah.
“Sudah biasa aku bekerja keras, mas…. Demi melanjutkan hidup, maka disinilah aku sendiri sekarang menatap cakrawala, dan menitipkan sebuah doa yang penuh harapan untuk hari esok” kata-kata Suniyah kembali menyentakku yang sesungguhnya tetap tak bisa menerima lakon dan peran yang harus dijalaninya.
*******
NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju ke sini atau klik tag “ramen”
No comments:
Post a Comment