“Kamu
adalah ketakutanku akan cinta. Kamu adalah ketidakakuanku akan sayang…”
kata-katamu begitu menikamku, membuatku terasa tertusuk. Bagaimana lagi Aku
harus meyakinkanmu? Aku tersudut pada pojok tanpa sketsa, di mana Aku tak bisa
berkata-kata.
“Aku
di sini tetap memaknai cinta yang hanya sebatas kedatanganmu saja…” lanjutmu
sambil mempersilahkanku untuk berlalu. Panggilan untuk boarding itu seakan
mendukungmu. Di ujung sana, pesawat itu telah menunggu untuk menerbangkanku
menjauh dari Jakartamu.
Aku melangkah pasrah, untuk pertamakalinya aku menyerah.
Tapi tidakkah kau tahu? Dulu, pada setiap
kedatanganku yang terdahulu. Aku tak pernah tahu bahwa ada sesuatu yang selalu
kubawa darimu, di setiap kepergianku. Padahal dia selalu ikut bersama
kepergianku, meskipun betapa jauhnya aku. Baru di kedatangan yang sebelum
kedatangan kali ini aku menyadarinya. Yaitu rinai rindumu.
Karena rinai rindu-mu itulah aku selalu datang
di setiap kesempatanku. Dan tidakkah kau tahu? Bahwa selalu ada sesuatu yang
kutinggalkan padamu disetiap kedatanganku? Yaitu separuh nafasku.
Separuh nafasku itu selalu tinggal padamu, dan
menemani hari-harimu meskipun aku jauh darimu.
Padaku ada rinai rindumu. Dan padamu ada separuh
nafasku. Rinai rindumu dan separuh nafasku, adalah bentuk ikatan kita. Ikatan
antara aku dan kamu. Supaya kita bisa saling percaya, bahwa aku dan kamu selalu
ada. Bukan hanya sebatas kedatanganku saja.
**********
* Fiksi ini disadur dari postingan kolaborasi awal
tahun ini dengan Icha Moussycha. Sebagai hadiah ulang tahun untuk
Icha. Cinta, perasaan, ketegaran, simpati dan empati teruslah
menjadi teman setiamu. Selamat ulang tahun Icha, semoga selalu sukses
menjalani hari-harimu.
** Tulisan lainnya dari Jingga Rangkat.
No comments:
Post a Comment