“Buang semua Gladiolnya….!!” suara Jingga menggelegar dari dalam ruangan kantor Aa` Kades, Hans.
Acik sang Sekretaris Pribadi Kades dan Asih Sekdes bergidik ketakutan. Aktifitas di kantor desa juga terhenti mendadak.
“Hey kalian, kemana Aa` Kades…?!” tanya Jingga pada Asih dan Acik sambil berkacak pinggang.
“Aa` Kades sedang berkunjung ke SMP Rangkat, tempat Miss Rochma mengajar…” sahut Asih sambil menunduk.
“Kasih tahu dia yah,
kalau masih menerima Gladiol-Gladiol lagi, akan Jingga laporkan pada
Papi Yayok…!!” ancam Jingga sebelum meninggalkan kantor desa.
Sepeninggal Jingga,
suasana kantor desa berubah menjadi riuh. Orang-orang berkerumun saling
bertanya satu sama lain. Apa yang terjadi? Kenapa Jingga tiba-tiba
mengamuk?
“Selamat pagi
semuaaaaaa…. Salam cinta seindah Gladiol untuk semuaaaa…..” tiba-tiba
terdengar suara merdu dari arah pintu pagar kantor desa.
Suasana riuh barusan
tiba-tiba berubah menjadi tenang. Seorang wanita dalam balutan jilbabnya
berjalan anggun sambil memegang rangkaian Gladiol. Semua mata memandang
padanya, dan semua orang tentu mengenalnya. Siapa lagi kalau bukan mbak
Ranti, pemilik kios bunga di salah satu pojok desa Rangkat.
“Aa` Kades mana, yah…? Gladiol yang kemarin mau diganti dulu….” tanya wanita itu pada Acik.
“Aa` Kades lagi
keluar, taruh aja sendiri di sana Gladiolnya…!!” jawab Acik ketus dengan
muka masam sambil melanjutkan pekerjaannya.
Baru saja kegiatan di kantor desa berjalan lagi, tiba-tiba kang Inin datang membawa rangkaian Gladiol lainnya.
“Punteeen Teteh Sekdes
yang geulis…. Saya teh disuruh Teteh Miss Rochma untuk mengantarkan
Gladiol ke Aa` Kades…” kata kang Inin dengan logat Sunda kentalnya.
Asih hanya diam sambil melirik Acik yang dari tadi tetap memasang muka masam.
“Taruh aja di ruangannya, kang Inin,” sahut Asih sekenanya
*****.
“Apa….??
Bawa Gladiol lagi…? Nggak, nggak….!! Aku nggak mau kena labrak mbak
Jingga lagi. Taruh saja sendiri di ruangannya…” Acik mengelak ketika
Icha datang dengan membawa Gladiol Priscilla-nya.
Begitu juga ketika
Galang, bunda Imels, Ghara, Kembang, Cicie Kim Foeng dan bu guru Yuli
yang bergantian datang membawa Gladiol. Acik hanya mengangkat bahu cari
aman. Asihpun juga berlaku sama, bersikap cuek. Hanya ketika mbak Sekar
yang datang keduanya antusias. Karena diantara wanita-wanita yang datang
membawa Gladiol, hanya mbak Sekar yang bersimpati pada mereka dengan
membawakan dua kantong besar keripik olahannya.
*****
Seminggu berjalan
sudah, untuk urusan menangani kiriman rangkaian Gladiol, kedua pegawai
kantor desa itu mulai terbiasa. Mereka membebaskan para pengantar
Gladiol itu untuk menyusun sendiri rangkaian Gladiolnya di ruangan Aa`
Kades. Ini sesuai pesan Hans si Aa` Kades sendiri, untuk tidak melarang
warga desa untuk masuk ke ruangan kerjanya. Karena kantor desa adalah
rumah seluruh warga desa. Siapapun boleh berkunjung ke sana dan kapan
saja. Di kantor desa tidak ada yang ditutup-tutupi, dan tidak ada yang
dirahasiakan. Kantor desa adalah milik semua warga desa, selagi warga
desa bisa menjaga ketertiban dan kenyamanan di kantor bersama ini. Jadi
untuk urusan penerimaan rangkaian Gladiol, keduanya tidak pusing lagi.
Tapi tidak ketika
Rizal repotter datang pagi-pagi tadi. Dengan kaca mata hitamnya yang
tidak pernah dilepaskan, seakan Rizal mau mengamuk di kantor desa.
Keduanya cemas melihat Rizal datang dengan nafas memburu. Apalagi selama
ini mereka tahu ada pertikaian tak pernah usai antara Hans dan Rizal.
“Waduhh…. Mana Aa` Kades sedang berkunjung ke padepokan wayangnya Ki Dalang lagi, gawat…” gumam Acik.
“Mana Aa` Kades itu…..??!!” tanya Rizal dengan suara lantang.
“Aa` Kades sedang keluar….” sahut Asih pelan.
Untunglah disaat
bersamaan, Dorma si Hansip wanita mampir ke kantor desa. Apalagi kalau
bukan mencari sekedar cemilan untuk menemaninya bertugas. Jadi
setidaknya Asih dan Acik merasa lebih aman dengan kehadiran Dorma.
*****
“Yup….
Hans setuju. Mulai besok, Dorma akan bertugas sebagai Hansip di kantor
desa. Untuk di pos ronda biar diserahkan pada Hansip laki-laki saja.
Kebetulan mas Firman Rangkat bisa diminta bantuannya untuk menjadi
Hansip di pos ronda… Untuk menemaninya ronda, biarlah nanti mas Firman
sendiri yang mencari temannya. Nanti surat tembusannya akan kita
kirimkan pada bapak Pembina Hansip Rangkat, pak Thamrin Dahlan,” kata
Hans pada Acik dan Asih sambil memandangi Gladiol-Gladiol yang tersusun
rapih di ruangannya.
***
Gladiol-gladiol lainnya dalam ECR-4:
No comments:
Post a Comment