Wednesday, May 16, 2012

Met Ultah, My Sis

Hari ini Kupu-kupu Jingga itu bertambah dewasa. Satu tahun usianya bertambah kini. Kepak sayap Jingganya semoga selalu hangat menyapa semua sahabat. Merangkul teman dalam hangatnya bingkai persaudaraan. Selamat ulang tahun Jingga Rangkat.
*****
“Aku mau seperti Kupu-kupu Jingga itu, mas. Selalu menyapa hangat di tiap kelopak yang di singgahinya. Selalu membawa keindahan pada setiap kedatangan dan kehadirannya…” suara Jingga pelan berbisik.

Kupu-Kupu itu terbang begitu dekat dengan tempat duduk kami. Lalu hinggap diantara kelopak-kelopak dan mahkota Gladiol yang bermekaran. Terus dan terus berputar anggun dari kelopak yang satu ke kelopak lainnya. Menyapa hangat setiap mahkota dengan kepakan sayap jingganya. Cantik….
Aku tak tahu berapa lama aku terbius dengan pertunjukan kolaborasi natural itu. Harmonisasi perpaduan dua makhluk indah ciptaan Tuhan. Kupu-kupu jingga dan mekar kelopak Gladiol.
Cantik…. Dan sangat indah.
Seindah kenangan manis bersama sahabat-sahabat kecil di kaki gunung Naras.
*****
“Kalau aku besar, aku mau jadi pilot…” Ade berdiri sambil matanya menerawang ke angkasa.
“Kalau kalian mau jadi apa?” tanya Ade kemudian.
Teman-temannya saling berpandangan satu sama lain. Hanyut dalam pikiran masing-masing.
“Aku mau jadi pelukis,” sahut Lala tersenyum.
“Depe mau jadi pemain bola. Pemain timnas,” Depe menyahut sambil membersihkan ingusnya.
“Kalau Dorma sudah besar….. Dorma mau jadi….. Polwan..!!” Dorma berteriak semangat.
“Dwee dari dulu tetap nggak berubah cita-citanya. Kalau besar nanti mau jadi Dokter gigi,” Dwee menyahut dengan suara pelan.
“Kalau aku sih, pengennya jadi tentara,” Hans ikutan menyahut.
Teman-teman yang lainpun saling berebutan menyebutkan cita-citanya masing. Rizal dengan bangga menyebutkan cita-citanya sebagai wartawan. Refo bersemangat dengan cita-citanya sebagai pembalap. Ningwang ingin menjadi guru. Bowo berharap menjadi fotografer. Acik dengan cita-citanya sebagai pengawas hutan. Tidak ketinggalan juga Ibay, Halim, Imels, Ghara, Roni, Asih, Erwin, Inin, Deasy, Mommy, Icha, Devi, Miss Rochma, Galang, Kussy, Nyimas, dan Ponky, semuanya bersemangat membanggakan cita-citanya masing-masing.
Hanya Jingga yang belum menyebutkan cita-citanya. Dari tadi dia hanya diam mendengarkan ocehan teman-temannya. Matanya menari kesana kemari seperti mencari sesuatu.
“Jingga mau jadi apa, sayang?” tanya kakek Astoko yang ikut mendengarkan celotehan mereka. Jingga masih belum menjawab. Matanya kembali berputar lincah ke segala sudut, penuh misteri.
“Jingga….. Jingga….. Kamu mencari apa, sayang? Apa cita-cita Jingga?” kembali kakek Astoko bertanya. Tangan keriputnya membelai lembut rambut Jingga.
“Jingga mau jadi…….…… Kupu-Kupu Jingga…” akhirnya Jingga menjawab dengan suara terputus. Seketika pecahlah gelak tawa diantara teman-temannya. Semuanya mentertawakan cita-cita Jingga yang kedengaran sangat aneh, Jingga mau menjadi Kupu-Kupu Jingga.
“Hahahahahaha….. Kalau begitu Dorma yang jadi ibu peri-nya. Hahahahahaha…..” Dorma tertawa terbahak-bahak.
“Dan aku jadi nenek sihirnya… Hihihihihihi…” Acik menyambung.
Semuanya semakin keras mentertawakan Jingga dengan cita-citanya. Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Jingga. Dan siap tumpah saat itu juga, kalau saja kakek Astoko tidak segera melerai dan menenangkan teman-temannya. Jingga digendongnya dan dibawa masuk ke dapur lewat pintu samping. Dibelakangnya tawa teman-temannya kembali pecah. Mentertawakan cita-cita Jingga yang mau menjadi Kupu-Kupu Jingga.
“Kenapa tidak sekalian jadi Kuda Sembrani saja, ya? Biar bisa terbang menembus angkasa…” lamat-lamat Jingga masih mendengar suara Hans yang diikuti gelak tawa teman-temannya.
Akhirnya tangis Jingga benar-benar pecah. Air matanya mengucur deras tak terbendung. Kupu-Kupu Jingga kecil menangis sejadi-jadinya dalam gendongan kakek Astoko.

No comments:

Post a Comment