Malam
Minggu yang abu-abu (kalo nggak mau dibilang kelabu) bagi Hans. Duduk
salah, berdiri salah, tiduran juga salah. Suntuk stadium empat sedang
menyerang.
Hari
masih terlalu sore untuk bertugas ronda. Belum juga jam sembilan malam.
Para pencuri hati tentu belum ada yang berkeliaran. Masih sibuk apel
dengan acara wakuncarnya masing-masing. Hans berjalan menuju rumah sang
Repotter, Rizal Falih. Sekedar mencari teman ngobrol untuk melewatkan
malam panjang.
“Aku
ada janji nganterin Zwan ke pasar malam. Katanya sudah lama nggak naik
Kuda-kudaan,” kata Repotter sambil menenteng kamera andalannya.
Hans berbalik arah putar langkah menuju rumah Cah ingusan
“Sorry,
mas Hans. Aku baru mau menunaikan kewajiban. Lain kali deh kita
ngobrol-ngobrol,” sahut Cah ingusan sambil mengerling nakal pada neng
Asih yang sedang menyeduh jamu kuat untuk suami barunya.
“Eee… tapi Acik ada, kan?” Hans berharap Acik ada di dalam.
“Acik
pergi dari tadi, dijemput Rey untuk rapat Karang Taruna. Rapat empat
mata di pinggir sungai Rangkat,” tutup Cah ingusan sambil mempersilahkan
Hans pulang.
Hans
melangkah tanpa tujuan. Langkah kaki mengantarkannya mendekati rumah Ki
Dalang. Rumah beraroma mistis yang memang menyeramkan.
“Aduuuhh, aku lagi sibuk ini. Belum ada waktu untuk ngobrol-ngobrol,” Ki Dalang menyahut panggilan Hans dari dalam.
Hans
coba mengintip dari sebuah lubang. Terlihat Ki Dalang sedang sibuk
mencetak beberapa foto hasil editan. Tampak selembar kertas foto
terpampang. Pak RT Ibay dan Jingga berdiri berdampingan. Di atas meja
beberapa lembar kertas foto juga berserakan. Dengan pemeran dan pasangan
yang berbeda. Ah, siapa lagi yang akan menjadi korban foto editan Ki
Dalang?
“Klontaaang…” suara kaleng Kemenyan terjatuh dilantai memecah kesunyian.
“Heeeiii……
Bumi gonjang-ganjing langit kelap-kelip…………,” terdengar teriakan marah
dari dalam. Hans kaget bukan kepalang, langsung kabur tanpa menoleh
kebelakang menuju ke jalan.
Dari kejauhan suara motor gede mengaum datang mendekat. Ternyata mas Lala lewat berboncengan dengan seseorang.
“Mas Lala……, wooii……!!” Hans berusaha memanggil.
Lala
seketika menoleh ke belakang. Namun tiba-tiba motor gede itu berdecit
keras berhenti mendadak. Hampir saja mas Lala menabrak seseorang yang
berlari ketakutan dari arah rumah Ki Dalang. Sepintas orang itu mirip
dengan perawakan si tante jutek yang tinggal di tempat Mommy. Apakah itu
tante Deasy jutek? Sepertinya memang demikian.
Tidak
terjadi keributan, karena secepat kilat mas Lala kabur sambil berusaha
menutupi kepala gadis yang dibonceng dengan jaket hitamnya. Tante Deasy
jutek pun demikian, langsung kabur dengan tangisan tertahan. Ah, ada apa
ini?
Hans
kembali berjalan. Di depan rumah pak RT Hans berhenti sebentar. Rumah
itu terlihat gelap. Belum ada tanda-tanda kehidupan semenjak beredarnya
foto pak RT Ibay dan Jingga minggu silam. Bunda Selsa, istrinya pak RT
masih pergi mengungsi ke gunung Naras. Tapi kemana pak RT? Kok ikutan
kabur meninggalkan rumah?
Djingga……
Djingga…… Seketika Hans ingat dengan Djingga. Orang yang di isukan ada
affair dengan pak RT Ibay. Ah, kenapa tidak ke rumah Djingga saja?
Apalagi pasti sekarang Djingga sedang galau. Semua orang menyudutkannya
karena kemunculan foto yang menghebohkan itu. Sekarang waktunya aku
menunjukkan simpatiku pada Djingga. Hitung-hitung cari kesempatan.
Kesempatan tebar pesona…… bathin Hans lebay.
“Jingga nggak boleh keluar dari kamar sampai pak Kades pulang…!” sambut Mommy ketika Hans datang.
“Mommy
malu, masak anak pak Kades berani-beraninya menggoda suami orang. Mana
tuduhan warga pada Mommy tentang liontin “D” belum kelar……” Mommy
menunduk sedih.
Akhirnya Hans pun balik langkah. Ujung-ujungnya balik lagi ke Pos Hansip. Ketemu Dorma lagi…… Dorma lagi……
Tapi kemana si Dorma? Pos Hansip sepi tak berpenghuni.
Antara
setengah tidur Hans tiba-tiba tersadar. Tawa ceria Dorma memecah
keheningan. Dorma datang dengan diantar mas Bain si pemilik ontel
keramat. Tangannya berpegangan erat seolah tidak mau melepaskan.
Hans tercekat, tak mampu bersuara. Hanya gumaman panjang yang tertahan.
“Dorma…… lebih keramat mana? Pentungan apa ontel…??” Hans menggerutu.
No comments:
Post a Comment