Malam
Minggu di penghujung tahun, di teras rumah kontrakannya Santi. Di
remang sinar lampu yang temaram, yang seolah enggan memberi penerangan.
Santi dan Joni duduk berduaan dalam kebisuan yang canggung. Pertemuan
kembali dua insan setelah tiga tahun berpisah.
Santi
memandang Joni penuh keheranan. Banyak perubahan pisik yang terjadi
pada sang kekasih. Wajahnya kini putih bersih bak pualam, suaranya pun
merdu dan menggairahkan. Sangat berbeda dengan tiga tahun silam, saat
wajahnya masih hitam kumal, dengan suara serak yang bikin mual.
Kembali Santi teringat ucapan Joni sewaktu pamit padanya tiga tahun lalu.
“Santi, setelah kehidupanku mapan nanti, aku akan datang untuk melamarmu jadi istriku.”
Santi kembali menatap wajah Joni lekat-lekat. Pelan Santi berucap memecah kebisuan.
“Jon, bertahun sudah aku menunggumu, buktikan janjimu. Segera lamarlah aku…”
Joni diam sejenak, lalu dengan suara yang nyaris tidak terdengar Joni menjawab.
“Santi, maafkan aku. Aku tidak bisa menepati janji itu. Aku tidak bisa melamar dan menikahimu…”
“Kenapa Jon? Apakah kau ragu dengan kesetiaanku…?” Suara Santi tercekat.
“Tidak, Santi. Sungguh kesetiaanmu tidak pernah kuragukan” Joni menjawab penuh kegalauan.
“Lalu kenapa? Apakah engkau sudah menikah dengan wanita lain” suara Santi mulai histeris.
“Aku tidak punya wanita lain. Sungguh..!!” Joni meyakinkan Santi.
“Lalu kenapa? Kenapa Joooonn…???” Kali ini Santi sudah mulai tidak terkendali.
“Karena sekarang aku bukanlah Joni, aku adalah Jeni. Aku sudah operasi ganti kelamin….” Jeni menunduk ketakutan.
“What…??!!” Santi tiba-tiba jatuh terkapar.
“Santi….
Jangan dulu pingsan dong… Eike akan jelaskan…. Santi… iiihh, sebel deh
eike…. Baru mau dijelasin udah loyo…. Sebbeeeelll….” Jeni berteriak
histeris.
No comments:
Post a Comment