Tuesday, May 15, 2012
Ritual Bang Aceng Memindahkan Polusi
Bang Aceng beringsut berjalan ke teras sambil membawa serta secangkir kopi pahitnya. Seragam kebesaran sebagai aparat keamanan pabrik alias Satpam sudah lengkap ia kenakan. Hari ini seperti biasa bang Aceng akan berangkat bertugas. Diseruputnya kopi pahit itu, sssrrruuuppp…. Nikmatnya tiada terkira… Apalagi ditambah dengan satu isapan yang panjang dari rokok kretek sisa semalam yang tinggal seperempatnya… Makin lengkaplah kenikmatan pagi ini bagi bang Aceng yang kini bersiap menunaikan tugas sebagai aparat keamanan pabrik.
Secangkir kopi tandas sudah, hanya menyisakan ampasnya. Kini bang Aceng mengelus-elus si Keong Butut, motor Vespa butut kesayangannya. Dari kemarin sore Si Keong Butut terparkir di teras rumah kontrakannya. Sudah lima belas tahun ini si Keong Butut setia menemaninya mengabdi sebagai keamanan pabrik. Si Keong Butut itu di elus-elusnya dengan lap kumal yang diambil dari bawah jok bututnya. Tapi tetap saja si Keong Butut itu itu kelihatan kusam dan ringkih. Ah…, peduli amat…. Yang penting bagaimana cara aku mendapatkan si Keong Butut ini,itu tidak bisa dinilai dengan apapun…., demikian pikir bang Aceng.
Yah, Vespa butut itu didapatkannya sebagai hadiah dari manajer personalia tempatnya bekerja. Sang manajer terkesan akan keberanian bang Aceng dalam usaha menggagalkan aksi pencurian di pabrik tempatnya bekerja lima belas tahun lalu. Meskipun karena keberaniannya itu bang Aceng terpaksa harus kehilangan jari kelingking tangan kirinya karena menangkis bacokan kawanan pencuri. Tapi dua orang pencuri berhasil di lumpuhkan bang Aceng seorang diri.
Karena dedikasi dan keberanian bang Aceng itulah perusahaan memberikan hadiah Vespa inventaris perusahaan itu sebagai tanda terimakasih. Sewaktu motor itu masih baru, bang Aceng menamai si Vespa dengan sebutan si Keong Ijo, karena warnanya yang Hijau lumut, tapi seiring berjalannya waktu, nama Keong Ijo itu pun berganti nama menjadi Keong Butut. Tidak jelas siapa yang pertamakali menamainya Keong Butut. Tapi siapapun akan setuju jika si Vespa butut ini sekarang dipanggil dengan sebutan Keong Butut.
Usai pamit pada mpok Siti bininya, bang Aceng mendorong si Keong butut itu kearah jalan raya. Lumayan jauh jarak rumah kontrakan bang Aceng di dalam gang Buntu ini dengan jalan raya. Mungkin ada sekitar seratusan meter. Dan ritual mendorong si Keong Butut itu selalu dilakukan bang Aceng manakala dia akan pergi bertugas ataupun mau bepergian. Seluruh penghuni gang Buntu ini sangat hapal dan maklum dengan acara ritual harian ini.
Sampai di jalan raya barulah Keong Butut itu dinyalakan. Setelah beberapa kali sentakan, barulah si Keong Butut itu bangun dari tidurnya. Suaranya menggelegar sumbang dan sangat memekakkan gendang telinga. Itu belum seberapa, segumpalan asap knalpot yang pekatnya melebihi gumpalan asap penyemprotan sarang Nyamuk demam berdarahpun melesat keluar dari knalpotnya. Beberapa orang disekitar yang sedang menunggu angkutan umum pun bubar menjauhi bang Aceng dan Keong Butut nya. Gerutuan pun timbul dari mulut-mulut yang merasa terganggu dengan terbangunnya sang Vespa Butut.
Itulah alasan kenapa bang Aceng selalu melakukan ritual menuntun si Keong Butut keluar gang Buntu sebelum dinyalakan. Kalau sampai si Keong Butut dinyalakan di dalam gang, akan heboh lah seluruh isi penghuni gang Buntu. Sudah tempatnya berdesakan satu sama lain, ditambah lagi lengkingan sumbang dan kentut polusi dari si Keong Butut. Makin sumpeklah gang Buntu ini.
Okelah bang Aceng…. Selamat bertugas….. Kami hargai ritualmu untuk mengurangi polusi di gang Buntu tercinta ini. Tapi tepatnya bukan mengurangi polusi sih, tapi memindahkan polusi. Yah, memindahkan polusi dari gang Buntu ke jalan raya….
*
*
*
*
*
Salam damai dari lembah gurun Habshan, Abu Dhabi UAE
Labels:
Prosa
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment