Sudah lewat seminggu
dari jadwal seharusnya, Hans masih berleha-leha berlibur di desa
Rangkat. Suasana desa yang asri, sejuk, subur dan hijau membuatnya betah
untuk berlama-lama menikmati liburan di desa tercintanya ini. Padahal
masa liburannya telah habis, dan dia seharusnya sudah berada di gurun
pasir sejak seminggu yang lalu, untuk kembali menjadi TKI di Timur
Tengah sana. Tapi rasanya terlalu berat meninggalkan desanya yang
tercinta ini. Apalagi keseharian di desa Rangkat sangat berkesan.
Terutama interaksi antar penduduknya begitu harmonis.
“Sana kasih kabar
dulu sama bos mu, kirim email kalo liburannya mau nambah, ntar dipecat
gimana jadinya, nyari kerjaan sekarang susah…” kata Rizal repotter pada
Hans ketika keduanya sedang asyik di ujung desa memperhatikan
gadis-gadis Rangkat yang berlalu lalang. Hans dan Rizal repotter adalah
dua sahabat lama.
“Tenang aja mas,
nggak bakalan dipecat. Bos ku itu sayang banget sama aku. Lagian dipecat
juga nggak apa-apa kok, disini juga gampang nyari duit….” Sekenanya aja
Hans menyahut.
“Hush… jangan ngomong gitu, pamali…. Sana cepetan ke warnet nya bu Nyimas, kirim email ke bos mu…”
“Iya… ya… ntar aku kasih tau bos ku”
Dan Hans pun berlalu
diiringi pandangan sahabatnya yang geleng-geleng kepala. Dalam hatinya
Rizal bisa merasakan keberatan hati sahabatnyanya untuk meninggalkan
desa Rangkat ini. Desa yang begitu sayang untuk ditinggalkan. Tapi
inilah pilihan hidup, bukankah menjadi TKI dulu adalah keinginan Hans
sendiri? Katanya untuk mencari pengalaman hidup di luar negeri.
Sampai di warnet bu
Nyimas ternyata semua komputer di sana penuh semua. Hans celingak
celinguk memeriksa barangkali masih ada yang lowong. Ternyata benar,
semuanya sudah penuh terisi.
Tiba-tiba ada suara yang memanggilnya.
“Mas Hans mau ngapain? Mau nge-net….??” Ah rupanya itu suara si Mimin Mumet dari sudut.
“Iya, mau nulis email buat bos ku, mau nambah liburan…… tapi komputernya kepake semua”
“Sini pake komputer Mimin aja, tapi ntar sekalian bayarin yah…, hihihihi..”
“Dasar lo ye, ya udah gak apa-apa…. Sini pinjem bentar”
“Oke deh mas…. Hihihihi…”
Dan mulailah Hans
mengetik surat untuk bos nya nun jauh disana, ditemani Mimin yang asyik
ber SMS ria sembari menunggu komputernya selesai dipinjam.
“Emang kenapa mas, kok mau nambah lagi liburannya?”
“Masih betah Min
disini berlama-lama…. Lagian mas Hans malah mikir enakan tinggal di desa
kita aja sekarang, kerja apa kek…. Yang penting tinggal di desa”
“Nah kebetulan mas,
denger-denger kata orang-orang, pak Kades sekarang lagi nyari orang buat
di jadiin Hansip, karena Om David sekarang cuma sendirian, setiap malam
kudu ngeronda jagain kampung, mas Hans mau nggak?”
“Hansip…? Boleh juga tuh…. Tapi abang kalo jadi Hansip maunya Komandan nya aja, kan biar tinggal ngatur-ngatur doang….”
“Ye… gak bisa gitu
mas, harus di tes dulu. Kan ada tim panitia seleksinya… Apalagi jadi
komandan…. Ada prosedurnya, denger-denger Mommy termasuk anggota panitia
nya juga”
“Ooo…, gitu yahh.. Oke deh, apapun Hans siap…!!” sahut Hans yakin.
****
“Asalkan kamu yakin dan benar-benar siap untuk menjadi Hansip, silahkan saja,” suara pak Yayok singkat tapi tegas.
“Menjadi Hansip bukan untuk gagah-gagahan, tapi amanat yang harus dijalankan sepenuh hati,” lanjutnya.
“Siap, pak…!!” akhirnya Hans bisa bersuara setelah sekian lama terdiam.
Dari balik tirai pintu Mommy keluar dengan membawa seragam Hansip, berikut pentungannya. Di belakang Mommy Jingga mengerling nakal sambil tersenyum menawan.
“Ingat, pentungan jangan sampai di salah gunakan….!!” kembali pak Yayok berpesan.
Dan mulai saat itu Hans resmi menjadi Hansip di desa Rangkat, setelah menanggalkan statusnya yang lama, yaitu TKI.
No comments:
Post a Comment