Bang Aceng masih merenung, memikirkan semua kemungkinan. Dia harus relistis sekarang, dengan penghasilan nya sebagai satpam pabrik dan menjadi sopir tembak angkutan kota memang mampu menghidupi diri dan keluarga nya. Tapi itu cuma sebatas untuk hidup. Kalau untuk memberikan sesuatu yang lebih, seperti rumah BTN, menyekolahkan anak ke jenjang yang lebih tinggi, atau membeli kendaraan baru untuk menggantikan motor Vesva si Keong Butut, bang Aceng tidak berani untuk bermimpi.
Apalagi saat ini penghasilan dari gaji bulanannya masih harus dipotong untuk cicilan koperasi karena pinjamannya yang belum lunas. Pinjaman uang karena tahun lalu mertuanya harus melakukan operasi Batu Ginjal. Dan permintaan bini nya barusan untuk merantau menjadi TKW ke tanah Arab adalah permintaan yang sangat menyakitkan. Jika bang Aceng tidak mengizinkan bini nya menjadi TKW, apakah bang Aceng mampu memberikan kehidupan yang lebih layak dan baik untuk bini dan ke empat anak nya?
Lalu mengizinkan bininya menjadi TKW apakah hal yang bijaksana? Apakah itu suatu keputusan yang tepat? Bagaimanapun keputusan yang akan diambilnya nanti adalah keputusan yang besar. Keputusan yang harus bisa dipertanggungjawabkan di kemudian hari. Keputusan yang juga harus bang Aceng pertanggungjawabkan di akhirat nanti.
Ah, seketika hatinya bergidik ketika sukma nya menyentuh kata-kata akhirat. Apakah ia mampu mempertanggungjawabkan keputusannya itu di akhirat nanti? Belum lagi jika sesuatu yang buruk terjadi di kemudian hari. Bininya dianiaya oleh majikan ataupun ditelantarkan oleh agen penyalurnya. Apalagi berita seperti ini terlalu sering didengarnya. Di televisi, koran, ataupun dari cerita orang-orang. Ah, tidak. Itu tidak boleh terjadi. Dan bang Aceng kini sadar betapa ia begitu mengkhawatirkan keadaan bininya sekarang. Betapa kini ia merasakan begitu mencintai bininya sekarang.
Lalu, apakah ada yang salah dengan keputusannya jika ia mengizinkan bini nya pergi menjadi TKW? Apakah menjadi TKW adalah sesuatu yang salah? Apakah menjadi TKW adalah sesuatu hal yang tercela? Tidak, menjadi TKW adalah pekerjaan mulia. Mencari nafkah untuk menghidupi keluarga adalah perbuatan yang sangat di muliakan. Lalu kenapa pula aku tidak mengizinkan bini menjadi TKW? Bukankah contoh sukses TKW mendulang uang di tanah Arab juga banyak? Sekian tahun merantau menjadi TKW, lalu pulang membawa setumpuk modal untuk dijadikan modal usaha. Demikian pergolakan bathin di dalam diri bang Aceng terus bergejolak.
Dikejauhan terdengar bunyi tiang listrik dipukul tiga kali, menandakan waktu sudah menunjukkan pukul tiga dinihari. Bang Aceng bergumam, sudah hampir subuh rupanya. Suasana gang Buntu pun senyap, semua penghuninya terlelap nyaman di balik selimut malamnya. Bang Aceng bangkit masuk kedalam rumah kontrakannya. Lalu tak lama keluar lagi dengan mengenakan peci dan kain sarung. Bang Aceng mau ke mesjid di seberang jalan raya. Ditutupnya pintu perlahan diiringi tatapan ngantuk bini nya dari balik tirai jendela kaca nako. Malam ini ia ingin sujud dan duduk bersimpuh di mesjid. Ia ingin mengadukan permasalahannya pada yang menciptakannya. Dan bang Aceng pun berlalu….
Life must go on bang Aceng, nggak ada masalah yang nggak ada pemecahannya….
Salam damai dari lembah gurun Habshan, Abu Dhabi UAE
No comments:
Post a Comment