Tuesday, May 15, 2012

Antara Abu Dhabi dan Jakarta (Etihad..???)

Tampak depan pintu terminal keberangkatan khusus Etihad Airways Abu Dhabi International Airport
Tampak depan pintu terminal keberangkatan khusus Etihad Airways Abu Dhabi International Airport


“Which terminal…., Pare..??” tegur sopir yang asli Pakistan ini memecah kesunyian saat taksi yang kutumpangi telah masuk areal bandara. Langsung saja kubilang ke terminal keberangkatan Etihad Airways. Eh, kok aku di panggil “Pare” sih?. Yang jelas “Pare” adalah panggilan akrab untuk laki-laki asal Filipina. Mungkin karena susah bagi mereka untuk membedakan wajah Filipina dan wajah Indonesia yang memang hampir tidak ada bedanya. Terus kalaupun mereka tahu aku berasal dari Indonesia, apakah mereka akan memanggilku dengan panggilan mas, bang, kang, ataupun cak? Rasanya belum ada deh orang asing yang memanggilku seperti itu, hehehehe.
Waktu hampir menunjukkan jam 22.30 malam saat taksi merapat di pelataran parkir terminal Abu Dhabi International Airport. Meskipun baru menginjakkan kaki di depan pintu terminal keberangkatan rasanya bayangan Indonesia sudah di pelupuk mata. Seolah-olah Indonesia ada di balik pintu keberangkatan itu, padahal masih ribuan kilometer lagi yang harus ditempuh dengan penerbangan sekitar delapan jam lebih. Terakhir kali aku pulang ke Indonesia belum genap tiga bulan yang lalu, tapi rasa kangen akan negeri tercinta selalu membuncah di dada. Apalagi disaat-saat kepulangan ke tanah air sudah dekat. Memang benar kata orang tak ada tempat terindah kecuali di negeri sendiri, setidaknya itulah yang kualami dan kurasakan meskipun telah tiga tahun lebih terdampar mencari peruntungan di Abu Dhabi.
Beberapa langkah menjelang pintu masuk terminal, disebelah kanan pintu kulihat beberapa orang asyik mengepulkan asap rokok. Yah, ini adalah tempat favorit bagi perokok sebelum masuk ke dalam pintu utama bandara. Soalnya begitu masuk bandara agak susah mencari tempat untuk merokok. Kulihat jam masih terlalu dini untuk check in, karena pesawat yang ke Jakarta nantinya baru akan boarding sekitar jam 01.45. Artinya masih ada banyak waktu untuk berhembus ria dengan asap rokok. Dengan langkah tegap sempurna langsung aja belok kiri bergabung dengan mereka untuk memberi andil polusi udara melalui sebatang dua batang rokok.
Bagiku merokok bukan hanya sekedar wujud untuk memberikan andil dan sumbangsih bagi polusi dunia, tapi juga merupakan ajang silaturahmi. Mau buktinya? Setelah bergabung dengan mereka di smoking area itu, aku langsung terlibat perbincangan akrab dengan dua orang diantara mereka yang ternyata adalah arek Malang. Coba kalau aku tidak ikutan merokok dengan mereka, belum tentu aku dapat teman baru, hehehehe.

Masuk ke barisan antrian untuk check in nggak usah pake lama, karena ada banyak counter check in yang melayani semua penerbangan Etihad ke semua tujuan. Pelayanannya cepat dan sama sekali nggak ruwet. Asal semua dokumen lengkap dan bagasi tidak over limit, lima menit berikutnya kita sudah bisa di proses ke step selanjutnya yaitu pemeriksaan imigrasi. Dengan senyum yang menawan dan merontokkan iman, petugas cewek counter check in yang berwajah Asia ini memanggilku untuk datang menghadap ke counternya. Tebakanku nih cewek pasti Filipina.
“Magandang gabi Pare…, na kung saan kayo ay pumunta…?” ** Tuh benar kan dia Filipina, dengan logat tagalog kentalnya dia mulai menyapa. Tapi kok aku dipanggil dengan sebutan “Pare” lagi sih? Yo wis lah, memang Pare lebih terkenal daripada mas, bang atau kang…
“Ooppss…. Sorry, I thought you are Filipino…” terkejut dia saat kutunjukkan paspor warna hijau berlogo burung Garuda. Lalu dengan sedikit perbincangan sambil tanya ini itu, beres juga proses check in.
Deretan counter dagangan di duty free, yang gak bisa nahan nafsu belanjanya mendingan jangan berlama-lama deh disini 
Deretan counter dagangan di duty free, yang gak bisa nahan nafsu belanjanya mendingan jangan berlama-lama deh disini



Masih ada waktu sekitar dua jam lagi sebelum waktu boarding tiba. Kemanakah gerangan melangkahkan kaki? Belanja ke duty free? Kayaknya enggak deh, bukannya nggak ada barang yang menarik hati. Tapi alasannya lebih ke rasa nasionalisme. Lebih cinta produk negeri sendiri, jadi belanjanya entar aja nunggu di Tanah Abang atau Glodok. Hehehehe…. Setidaknya itu adalah alasan yang sangat pas untuk menyiasati budget yang pas-pas an.
Akhirnya pilihan jatuh untuk masuk ke ruangan  lounge, lumayan deh buat ngirit sekaligus memanfaatkan fasilitas makan dan minum gratis bagi penumpang setia Etihad Airways. Kalau ada yang gratis kenapa nggak dimanfaatin semaksimal mungkin? Lagian perut juga langsung punya insting dalam posisi siap gerak untuk mencerna makanan, apalagi yang berbau gratisan. Serbu….
Jam 1.30 proses boarding sudah dimulai. Wuiih, suasananya meriah dan semarak di gate nomor 35, atau bisa dikatakan sedikit heboh ketika pengumuman boarding diumumkan lewat pengeras suara. Mayoritas penumpang yang adalah perempuan semakin menambah meriah suasana. Barisan boarding segera terbentuk rapih. Wajah sumringah dan berseri semakin terpancar dari wajah-wajah TKW para pahlawan devisa ini. Sempat berbincang sebelumnya dengan seorang mbak asal Indramayu yang telah menjadi TKW sebagai baby sitter di UAE lebih dari empat tahun. Dan selama itu si mbak belum pernah pulang ke Indonesia untuk menjenguk orang tua, anak dan suaminya. Yang ini kebalik yah, kok si mbaknya yang merantau meninggalkan suaminya, bukan malah suaminya yang pergi merantau. Hei para suami…. kemana aja?? Akan lebih bermartabat tentunya jika sang suami lah yang pergi merantau mencari nafkah. Sungguh si mbak ini adalah pahlawan sejati, pahlawan bagi keluarganya, dan pahlawan devisa bagi negerinya.
Melihat antrian yang lumayan panjang ini, kembali naluri sebagai seorang perokok sejati timbul lagi. Waktu adalah sangat berharga untuk dimanfaatkan. Smoking area terdekat dapat dicapai dalam lima menit jalan terburu-buru dari gate nomor 35. Tapi tak apalah, lima menit bukan waktu yang terlalu lama bagi seorang perokok. Balik kanan…. Dan segera kabur ke smoking area, hehehe… Dan lagi-lagi di smoking area ini proses silaturahmi terjalin lagi. Ada dua orang teman baru yang kudapatkan, yang satu berasal dari Jakarta, dan satunya lagi berasal dari Bandung.
Topik pembicaraan pun langsung mengalir sekenanya dan penuh keakraban. Dari politik, lowongan kerja, sampai masalah sepakbola ditanah air yang selalu rusuh. Eh ternyata keduanya adalah pendukung The Jack dan Viking sejati. Dua klub supporter yang selalu bersaing dan tak jarang terlibat perseteruan, tapi kini di tanah rantau mereka saling berangkulan tangan. Ternyata tempat dan nasib bisa merubah semuanya, yang tadinya musuh bisa menjadi saudara senasib sepenanggungan seperti yang dilakoni dua sahabat yang bekerja di Arab Saudi ini. Memang persaudaraan dan kedamaian selalu indah untuk di lakoni dan diceritakan.
Keriuhan dan kemeriahan suasana terus berlanjut sampai di dalam pesawat. Dariyang sibuk mencari tempat duduk, sampai yang berusaha menaruh barang bawaan yang seabreg-abreg ke dalam bagasi di dalam cabin penumpang. Pokoknya kudu enjoy-enjoy aja deh kalau nggak mau ikutan pusing. Maklum yang namanya orang pulang kampung selalu harus direpotkan dengan segala macam barang bawaan, apalagi yang memang sudah bertahun-tahun tidak pulang ke tanah kelahiran. Rute penerbangan Abu Dhabi ke Jakarta termasuk rute yang menjadi andalan bagi Etihad Airways, karena penerbangannya yang selalu ramai. Karena tidak hanya penumpang yang berasal dari Abu Dhabi yang memanfaatkan rute ini, tapi juga penumpang transit dari Arab Saudi, Oman, Qatar dan beberapa Negara di timur tengah.
Penerbangan Abu Dhabi ke Jakarta adalah perjalanan panjang sekitar delapan jam lebih. Semua sibuk dengan urusan dan kerjaannya masing-masing. Ada yang sibuk mengutak-atik channel pada layar touch screen di depan tempat duduknya, ada yang berbincang dengan teman sebelahnya, tapi sebagian besar memilih tidur dan pergi kedalam alam mimpinya masing-masing. Aku pun lebih memilih untuk tidur setelah menamatkan satu film nasional Get Married-nya Nirina Zubir yang cukup membuat diri ini senyum-senyum sendiri. Baru terbangun lagi setelah waktunya pembagian makanan dibagikan. Heran, selalu saja insting ini bekerja dengan quick response yang tinggi jika ada hal-hal yang berhubungan dengan yang namanya gratisan. Habis makan…. Tidur lagi, bangun…., makan… dan tidur lagi….
Proses landing di Soekarno-Hatta berlangsung mulus. Dengan satu sentuhan yang lembut roda Etihad menyentuh bumi pertiwi. Puji syukur atas tuhan terucap dari mulut-mulut penumpang yang sebelumnya terlihat sedikit tegang menghadapi proses landing ini. Maklum, di dunia penerbangan salah satu critical time adalah saat-saat dimana pesawat akan melakukan take off dan landing. Dan sekarang semuanya telah dilewati dengan sempurna.
Bahkan karena gembiranya, ada beberapa orang yang bersorak dan bertepuk tangan dari barisan kabin penumpang sebelah belakang. Boleh dong mereka berekspresi sebagai bentuk kebahagiaan dan keceriaan mereka. Setelah sekian tahun mereka meninggalkan tanah air, kini saatnya mereka untuk bersuka cita berkumpul kembali dengan keluarga. Bersorak dan bertepuk tangan kan juga tidak dilarang didalam perarturan penumpang yang melakukan penerbangan. Yang dilarang adalah ketika beberapa diantara mereka ada yang sudah melepaskan ikatan sabuk pengaman dan berdiri untuk menurunkan barang dari dalam bagasi di dalam kabin penumpang, padahal pesawat belum berhenti dengan sempurna. Wah, untuk hal yang ini beberapa mbak-mbak pramugari sampai harus berteriak-teriak untuk mengingatkan penumpang yang sudah terlanjur kegirangan tersebut. Ada-ada saja, tapi enjoy aja deh…
Begitu pintu pesawat dibuka, langsung deh kaki ini melangkah tegap, secepat dan selebar mungkin. Target utama adalah untuk secepatnya mencapai pintu imigrasi. Karena terlambat beberapa menit saja, tentu barisan antrian di pintu imigrasi akan memanjang layaknya ular naga. Sepanjang perjalanan ke pintu imigrasi suasana khas Indonesia mulai terasa. Beberapa petugas cleaning service berusaha menawarkan sim card atau kartu pra bayar.
Yah, bangsa Indonesia adalah bangsa yang kreatif, orang bisa berdagang dimana saja. Dan seseorang bisa menjalankan profesi ganda selagi ada kesempatan. Seperti yang dilakukan petugas-petugas cleaning service ini. Seperti kata pepatah, sambil menyelam minum air. Apakah karena terinspirasi dengan pepatah itu sehingga banyak pejabat kita yang memanfaatkan posisi dan jabatannya, sambil berkuasa…. Yah berusaha untuk korupsi. Tapi jangan disamakan yah antara petugas cleaning service itu dengan para pejabat yang korupsi. Para cleaning service itu mendapatkan keuntungan dari hasil mereka berjualan. Sementara para koruptor itu mendapatkan keuntungan dari mencuri uang yang seharusnya dipergunakan untuk rakyat termasuk untuk para petugas cleaning service itu.
Aku kurang beruntung, karena di pintu imigrasi ternyata antrian telah memanjang. Mungkin ada beberapa penerbangan yang waktu kedatangannya hampir bersamaan dengan pesawat yang kutumpangi. Sekali lagi, khas Indonesia kembali terasa. Setiap ada antrian, pastilah sangat panjang. Dan yang lebih menyebalkan karena tidak semua counter imigrasi bekerja melayani penumpang. Ada sekitar dua atau tiga counter yang tutup, kenapa sih mereka tidak memaksimalkan pelayanan terutama di saat-saat sibuk seperti ini. Belum lagi jika rombongan TKW dari pesawat Etihad sampai, bakalan tambah panjang deh antrian ini. Sambil menunggu antrian di imigrasi, mendingan ber sms ria deh dengan nyonya yang perkiraanku sudah dengan setia menunggu di luar lengkap dengan dua jagoan kecilnya. SMS terkirim, tapi kok belum ada balasan. Akh paling sebentar lagi juga ada panggilan masuk, nyantai aja lagi. Akhirnya lolos juga dari pintu imigrasi, langkah selanjutnya adalah mengambil luggage. Setelah itu adalah gerbang terakhir untuk sampai ke dunia Indonesia yang sebenarnya. Jakarta… I`m come back….
Tiba diluar tidak seperti yang kubayangkan. Dimana sang nyonya dan dua jagoan kecilnya yang biasanya akan kompak koor berteriak lantang layaknya the Jak Mania atau The Viking memanggil sambil melambaikan tangan. Yang ada malah panggilan abang-abang yang menawarkan taksi. Bahkan ada diantara mereka yang mendekati sambil berbisik.
“Taksi bos…, tarif bawah…. Bisa di nego, atau mau Kijang, Panther juga ada…”
Hehe… ini mau jualan binatang atau nawarin taksi sih? Kenapa gak nawarin Elephant sekalian sih? Tapi biarin deh, kan mereka lagi cari rejeki.
Satu panggilan telpon masuk yang ternyata dari sang nyonya.
“Sekarang baru keluar Tomang, mana macet lagi” suaranya memelas, biar dikasihani kali yah.
“Lho… kok lewat Tomang, kenapa nggak lewat pintu belakang?” pura-pura sebel dan sedikit di galak-galakin. Karena selama ini selalu jalur itu yang kami gunakan untuk menyingkat waktu perjalanan dari arah Tangerang.
“Tadi sudah mau masuk pintu belakang, tapi nggak boleh ama petugasnya, disuruh muter lagi karena Cuma mobil yang punya sticker khusus yang boleh masuk…” makin memelas nadanya.
“Oooo… ya udah, kalo udah deket ntar telpon…, ati-ati dan pelan-pelan aja” komunikasi yang singkat, padat, dan tepat terputus sudah.
Aku ingat beberapa bulan lalu kita masih leluasa keluar masuk lewat pintu belakang, meskipun sudah ada peringatan dilarang melintas bagi kendaraan yang tidak mempunyai sticker khusus Angkasa Pura. Tapi selalu lolos kok, apalagi yang nyetir ibu-ibu. Dengan sedikit senyuman dan anggukan kepala, bisa lolos deh. Tapi sekarang rupanya hal itu tidak berlaku lagi. Peraturan harus ditegakkan dan di patuhi. Ini adalah suatu kemajuan, semoga bukan hanya anget-anget tai ayam, hari ini tegas, eh besok melempem….
Kini tinggalah aku yang terduduk di bangku lobby bersama-sama dengan orang yang punya kepentingan masing-masing. Satu jam menunggu telah banyak yang ku dapatkan selama penantian ini. Orang datang silih berganti, dari sopir taksi, tukang semir sepatu, penjual jam dengan merek-merek terkenal, penjual minyak wangi, sampai penjual obat kuat tak henti-henti datang menyambangi….
Selanjutnya di hari-hari kedepannya akan semakin banyak lagi keunikan-keunikan yang bikin kangen yang cuma bisa aku jumpai di negeri tercinta ini. Makan lesehan dipinggir jalan sambil diiringi music kecrek-kecrek pengamen cilik jalanan, suara sumbang yang membentak-bentak dari pembaca puisi jalanan, adu mulut dengan petugas parkir karena uang kembalian yang kurang, nongkrong di ujung gang atau pos ronda sambil minum bandrek ditemani kueh putu atau singkong goreng, suara tok-tok penjual mie dorong yang memecah kesunyian malam…..
Ahh… Indonesia dan Jakarta memang selalu bikin kangen dengan segala hiruk pikuk dan tingkah polah orang-orang yang hidup didalamnya. Semua suasana ini akan dapat aku nikmati selama dua pekan semenjak kedatanganku hari ini. Selanjutnya untuk dua atau tiga bulan berikutnya akan kembali lagi ke rytme rutinitas yang seolah-olah siklus yang begitu terskema, begitu teratur, dan begitu……monoton…!!!
** “Selamat sore kawan, anda mau pergi kemana…?” bahasa tagalog.
Salam kenal buat semua Kompasianer, mohon maaf kalo tulisannya kurang bermutu dan susah dimengerti, maklum lagi belajar nulis….
Salam damai dari lembah gurun Habshan, Abu Dhabi UAE

No comments:

Post a Comment