“Which
terminal…., Pare..??” tegur sopir yang asli Pakistan ini memecah
kesunyian saat taksi yang kutumpangi telah masuk areal bandara. Langsung
saja kubilang ke terminal keberangkatan Etihad Airways. Eh, kok aku di
panggil “Pare” sih?. Yang jelas “Pare” adalah panggilan akrab untuk
laki-laki asal Filipina. Mungkin karena susah bagi mereka untuk
membedakan wajah Filipina dan wajah Indonesia yang memang hampir tidak
ada bedanya. Terus kalaupun mereka tahu aku berasal dari Indonesia,
apakah mereka akan memanggilku dengan panggilan mas, bang, kang, ataupun
cak? Rasanya belum ada deh orang asing yang memanggilku seperti itu,
hehehehe.
Waktu
hampir menunjukkan jam 22.30 malam saat taksi merapat di pelataran
parkir terminal Abu Dhabi International Airport. Meskipun baru
menginjakkan kaki di depan pintu terminal keberangkatan rasanya bayangan
Indonesia sudah di pelupuk mata. Seolah-olah Indonesia ada di balik
pintu keberangkatan itu, padahal masih ribuan kilometer lagi yang harus
ditempuh dengan penerbangan sekitar delapan jam lebih. Terakhir kali aku
pulang ke Indonesia belum genap tiga bulan yang lalu, tapi rasa kangen
akan negeri tercinta selalu membuncah di dada. Apalagi disaat-saat
kepulangan ke tanah air sudah dekat. Memang benar kata orang tak ada
tempat terindah kecuali di negeri sendiri, setidaknya itulah yang
kualami dan kurasakan meskipun telah tiga tahun lebih terdampar mencari
peruntungan di Abu Dhabi.
Beberapa
langkah menjelang pintu masuk terminal, disebelah kanan pintu kulihat
beberapa orang asyik mengepulkan asap rokok. Yah, ini adalah tempat
favorit bagi perokok sebelum masuk ke dalam pintu utama bandara. Soalnya
begitu masuk bandara agak susah mencari tempat untuk merokok. Kulihat
jam masih terlalu dini untuk check in, karena pesawat yang ke Jakarta
nantinya baru akan boarding sekitar jam 01.45. Artinya masih ada banyak
waktu untuk berhembus ria dengan asap rokok. Dengan langkah tegap
sempurna langsung aja belok kiri bergabung dengan mereka untuk memberi
andil polusi udara melalui sebatang dua batang rokok.
Bagiku merokok bukan
hanya sekedar wujud untuk memberikan andil dan sumbangsih bagi polusi
dunia, tapi juga merupakan ajang silaturahmi. Mau buktinya? Setelah
bergabung dengan mereka di smoking area itu, aku langsung terlibat
perbincangan akrab dengan dua orang diantara mereka yang ternyata adalah
arek Malang. Coba kalau aku tidak ikutan merokok dengan mereka, belum
tentu aku dapat teman baru, hehehehe.
Masuk ke barisan
antrian untuk check in nggak usah pake lama, karena ada banyak counter
check in yang melayani semua penerbangan Etihad ke semua tujuan.
Pelayanannya cepat dan sama sekali nggak ruwet. Asal semua dokumen
lengkap dan bagasi tidak over limit, lima menit berikutnya kita sudah
bisa di proses ke step selanjutnya yaitu pemeriksaan imigrasi. Dengan
senyum yang menawan dan merontokkan iman, petugas cewek counter check in
yang berwajah Asia ini memanggilku untuk datang menghadap ke
counternya. Tebakanku nih cewek pasti Filipina.
“Magandang gabi Pare…,
na kung saan kayo ay pumunta…?” ** Tuh benar kan dia Filipina, dengan
logat tagalog kentalnya dia mulai menyapa. Tapi kok aku dipanggil dengan
sebutan “Pare” lagi sih? Yo wis lah, memang Pare lebih terkenal
daripada mas, bang atau kang…
“Ooppss…. Sorry, I
thought you are Filipino…” terkejut dia saat kutunjukkan paspor warna
hijau berlogo burung Garuda. Lalu dengan sedikit perbincangan sambil
tanya ini itu, beres juga proses check in.
![]() Deretan counter dagangan di duty free, yang gak bisa nahan nafsu belanjanya mendingan jangan berlama-lama deh disini |
Masih ada waktu
sekitar dua jam lagi sebelum waktu boarding tiba. Kemanakah gerangan
melangkahkan kaki? Belanja ke duty free? Kayaknya enggak deh, bukannya
nggak ada barang yang menarik hati. Tapi alasannya lebih ke rasa
nasionalisme. Lebih cinta produk negeri sendiri, jadi belanjanya entar
aja nunggu di Tanah Abang atau Glodok. Hehehehe…. Setidaknya itu adalah
alasan yang sangat pas untuk menyiasati budget yang pas-pas an.
Akhirnya pilihan jatuh
untuk masuk ke ruangan lounge, lumayan deh buat ngirit sekaligus
memanfaatkan fasilitas makan dan minum gratis bagi penumpang setia
Etihad Airways. Kalau ada yang gratis kenapa nggak dimanfaatin
semaksimal mungkin? Lagian perut juga langsung punya insting dalam
posisi siap gerak untuk mencerna makanan, apalagi yang berbau gratisan.
Serbu….
Jam 1.30 proses
boarding sudah dimulai. Wuiih, suasananya meriah dan semarak di gate
nomor 35, atau bisa dikatakan sedikit heboh ketika pengumuman boarding
diumumkan lewat pengeras suara. Mayoritas penumpang yang adalah
perempuan semakin menambah meriah suasana. Barisan boarding segera
terbentuk rapih. Wajah sumringah dan berseri semakin terpancar dari
wajah-wajah TKW para pahlawan devisa ini. Sempat berbincang sebelumnya
dengan seorang mbak asal Indramayu yang telah menjadi TKW sebagai baby
sitter di UAE lebih dari empat tahun. Dan selama itu si mbak belum
pernah pulang ke Indonesia untuk menjenguk orang tua, anak dan suaminya.
Yang ini kebalik yah, kok si mbaknya yang merantau meninggalkan
suaminya, bukan malah suaminya yang pergi merantau. Hei para suami….
kemana aja?? Akan lebih bermartabat tentunya jika sang suami lah yang
pergi merantau mencari nafkah. Sungguh si mbak ini adalah pahlawan
sejati, pahlawan bagi keluarganya, dan pahlawan devisa bagi negerinya.
Melihat antrian yang
lumayan panjang ini, kembali naluri sebagai seorang perokok sejati
timbul lagi. Waktu adalah sangat berharga untuk dimanfaatkan. Smoking
area terdekat dapat dicapai dalam lima menit jalan terburu-buru dari
gate nomor 35. Tapi tak apalah, lima menit bukan waktu yang terlalu lama
bagi seorang perokok. Balik kanan…. Dan segera kabur ke smoking area,
hehehe… Dan lagi-lagi di smoking area ini proses silaturahmi terjalin
lagi. Ada dua orang teman baru yang kudapatkan, yang satu berasal dari
Jakarta, dan satunya lagi berasal dari Bandung.
Topik pembicaraan pun
langsung mengalir sekenanya dan penuh keakraban. Dari politik, lowongan
kerja, sampai masalah sepakbola ditanah air yang selalu rusuh. Eh
ternyata keduanya adalah pendukung The Jack dan Viking sejati. Dua klub
supporter yang selalu bersaing dan tak jarang terlibat perseteruan, tapi
kini di tanah rantau mereka saling berangkulan tangan. Ternyata tempat
dan nasib bisa merubah semuanya, yang tadinya musuh bisa menjadi saudara
senasib sepenanggungan seperti yang dilakoni dua sahabat yang bekerja
di Arab Saudi ini. Memang persaudaraan dan kedamaian selalu indah untuk
di lakoni dan diceritakan.
Keriuhan dan
kemeriahan suasana terus berlanjut sampai di dalam pesawat. Dariyang
sibuk mencari tempat duduk, sampai yang berusaha menaruh barang bawaan
yang seabreg-abreg ke dalam bagasi di dalam cabin penumpang. Pokoknya
kudu enjoy-enjoy aja deh kalau nggak mau ikutan pusing. Maklum yang
namanya orang pulang kampung selalu harus direpotkan dengan segala macam
barang bawaan, apalagi yang memang sudah bertahun-tahun tidak pulang ke
tanah kelahiran. Rute penerbangan Abu Dhabi ke Jakarta termasuk rute
yang menjadi andalan bagi Etihad Airways, karena penerbangannya yang
selalu ramai. Karena tidak hanya penumpang yang berasal dari Abu Dhabi
yang memanfaatkan rute ini, tapi juga penumpang transit dari Arab Saudi,
Oman, Qatar dan beberapa Negara di timur tengah.
Penerbangan Abu Dhabi
ke Jakarta adalah perjalanan panjang sekitar delapan jam lebih. Semua
sibuk dengan urusan dan kerjaannya masing-masing. Ada yang sibuk
mengutak-atik channel pada layar touch screen di depan tempat duduknya,
ada yang berbincang dengan teman sebelahnya, tapi sebagian besar memilih
tidur dan pergi kedalam alam mimpinya masing-masing. Aku pun lebih
memilih untuk tidur setelah menamatkan satu film nasional Get
Married-nya Nirina Zubir yang cukup membuat diri ini senyum-senyum
sendiri. Baru terbangun lagi setelah waktunya pembagian makanan
dibagikan. Heran, selalu saja insting ini bekerja dengan quick response
yang tinggi jika ada hal-hal yang berhubungan dengan yang namanya
gratisan. Habis makan…. Tidur lagi, bangun…., makan… dan tidur lagi….
Proses landing di
Soekarno-Hatta berlangsung mulus. Dengan satu sentuhan yang lembut roda
Etihad menyentuh bumi pertiwi. Puji syukur atas tuhan terucap dari
mulut-mulut penumpang yang sebelumnya terlihat sedikit tegang menghadapi
proses landing ini. Maklum, di dunia penerbangan salah satu critical
time adalah saat-saat dimana pesawat akan melakukan take off dan
landing. Dan sekarang semuanya telah dilewati dengan sempurna.
Bahkan karena
gembiranya, ada beberapa orang yang bersorak dan bertepuk tangan dari
barisan kabin penumpang sebelah belakang. Boleh dong mereka berekspresi
sebagai bentuk kebahagiaan dan keceriaan mereka. Setelah sekian tahun
mereka meninggalkan tanah air, kini saatnya mereka untuk bersuka cita
berkumpul kembali dengan keluarga. Bersorak dan bertepuk tangan kan juga
tidak dilarang didalam perarturan penumpang yang melakukan penerbangan.
Yang dilarang adalah ketika beberapa diantara mereka ada yang sudah
melepaskan ikatan sabuk pengaman dan berdiri untuk menurunkan barang
dari dalam bagasi di dalam kabin penumpang, padahal pesawat belum
berhenti dengan sempurna. Wah, untuk hal yang ini beberapa mbak-mbak
pramugari sampai harus berteriak-teriak untuk mengingatkan penumpang
yang sudah terlanjur kegirangan tersebut. Ada-ada saja, tapi enjoy aja
deh…
Begitu pintu pesawat
dibuka, langsung deh kaki ini melangkah tegap, secepat dan selebar
mungkin. Target utama adalah untuk secepatnya mencapai pintu imigrasi.
Karena terlambat beberapa menit saja, tentu barisan antrian di pintu
imigrasi akan memanjang layaknya ular naga. Sepanjang perjalanan ke
pintu imigrasi suasana khas Indonesia mulai terasa. Beberapa petugas
cleaning service berusaha menawarkan sim card atau kartu pra bayar.
Yah, bangsa Indonesia
adalah bangsa yang kreatif, orang bisa berdagang dimana saja. Dan
seseorang bisa menjalankan profesi ganda selagi ada kesempatan. Seperti
yang dilakukan petugas-petugas cleaning service ini. Seperti kata
pepatah, sambil menyelam minum air. Apakah karena terinspirasi dengan
pepatah itu sehingga banyak pejabat kita yang memanfaatkan posisi dan
jabatannya, sambil berkuasa…. Yah berusaha untuk korupsi. Tapi jangan
disamakan yah antara petugas cleaning service itu dengan para pejabat
yang korupsi. Para cleaning service itu mendapatkan keuntungan dari
hasil mereka berjualan. Sementara para koruptor itu mendapatkan
keuntungan dari mencuri uang yang seharusnya dipergunakan untuk rakyat
termasuk untuk para petugas cleaning service itu.
Aku kurang beruntung,
karena di pintu imigrasi ternyata antrian telah memanjang. Mungkin ada
beberapa penerbangan yang waktu kedatangannya hampir bersamaan dengan
pesawat yang kutumpangi. Sekali lagi, khas Indonesia kembali terasa.
Setiap ada antrian, pastilah sangat panjang. Dan yang lebih menyebalkan
karena tidak semua counter imigrasi bekerja melayani penumpang. Ada
sekitar dua atau tiga counter yang tutup, kenapa sih mereka tidak
memaksimalkan pelayanan terutama di saat-saat sibuk seperti ini. Belum
lagi jika rombongan TKW dari pesawat Etihad sampai, bakalan tambah
panjang deh antrian ini. Sambil menunggu antrian di imigrasi, mendingan
ber sms ria deh dengan nyonya yang perkiraanku sudah dengan setia
menunggu di luar lengkap dengan dua jagoan kecilnya. SMS terkirim, tapi
kok belum ada balasan. Akh paling sebentar lagi juga ada panggilan
masuk, nyantai aja lagi. Akhirnya lolos juga dari pintu imigrasi,
langkah selanjutnya adalah mengambil luggage. Setelah itu adalah gerbang
terakhir untuk sampai ke dunia Indonesia yang sebenarnya. Jakarta… I`m
come back….
Tiba diluar tidak
seperti yang kubayangkan. Dimana sang nyonya dan dua jagoan kecilnya
yang biasanya akan kompak koor berteriak lantang layaknya the Jak Mania
atau The Viking memanggil sambil melambaikan tangan. Yang ada malah
panggilan abang-abang yang menawarkan taksi. Bahkan ada diantara mereka
yang mendekati sambil berbisik.
“Taksi bos…, tarif bawah…. Bisa di nego, atau mau Kijang, Panther juga ada…”
Hehe… ini mau jualan
binatang atau nawarin taksi sih? Kenapa gak nawarin Elephant sekalian
sih? Tapi biarin deh, kan mereka lagi cari rejeki.
Satu panggilan telpon masuk yang ternyata dari sang nyonya.
“Sekarang baru keluar Tomang, mana macet lagi” suaranya memelas, biar dikasihani kali yah.
“Lho… kok lewat
Tomang, kenapa nggak lewat pintu belakang?” pura-pura sebel dan sedikit
di galak-galakin. Karena selama ini selalu jalur itu yang kami gunakan
untuk menyingkat waktu perjalanan dari arah Tangerang.
“Tadi sudah mau masuk
pintu belakang, tapi nggak boleh ama petugasnya, disuruh muter lagi
karena Cuma mobil yang punya sticker khusus yang boleh masuk…” makin
memelas nadanya.
“Oooo… ya udah, kalo
udah deket ntar telpon…, ati-ati dan pelan-pelan aja” komunikasi yang
singkat, padat, dan tepat terputus sudah.
Aku ingat beberapa
bulan lalu kita masih leluasa keluar masuk lewat pintu belakang,
meskipun sudah ada peringatan dilarang melintas bagi kendaraan yang
tidak mempunyai sticker khusus Angkasa Pura. Tapi selalu lolos kok,
apalagi yang nyetir ibu-ibu. Dengan sedikit senyuman dan anggukan
kepala, bisa lolos deh. Tapi sekarang rupanya hal itu tidak berlaku
lagi. Peraturan harus ditegakkan dan di patuhi. Ini adalah suatu
kemajuan, semoga bukan hanya anget-anget tai ayam, hari ini tegas, eh
besok melempem….
Kini tinggalah aku
yang terduduk di bangku lobby bersama-sama dengan orang yang punya
kepentingan masing-masing. Satu jam menunggu telah banyak yang ku
dapatkan selama penantian ini. Orang datang silih berganti, dari sopir
taksi, tukang semir sepatu, penjual jam dengan merek-merek terkenal,
penjual minyak wangi, sampai penjual obat kuat tak henti-henti datang
menyambangi….
Selanjutnya di
hari-hari kedepannya akan semakin banyak lagi keunikan-keunikan yang
bikin kangen yang cuma bisa aku jumpai di negeri tercinta ini. Makan
lesehan dipinggir jalan sambil diiringi music kecrek-kecrek pengamen
cilik jalanan, suara sumbang yang membentak-bentak dari pembaca puisi jalanan, adu
mulut dengan petugas parkir karena uang kembalian yang kurang,
nongkrong di ujung gang atau pos ronda sambil minum bandrek ditemani
kueh putu atau singkong goreng, suara tok-tok penjual mie dorong yang
memecah kesunyian malam…..
Ahh… Indonesia dan
Jakarta memang selalu bikin kangen dengan segala hiruk pikuk dan tingkah
polah orang-orang yang hidup didalamnya. Semua suasana ini akan dapat
aku nikmati selama dua pekan semenjak kedatanganku hari ini. Selanjutnya
untuk dua atau tiga bulan berikutnya akan kembali lagi ke rytme
rutinitas yang seolah-olah siklus yang begitu terskema, begitu teratur,
dan begitu……monoton…!!!
** “Selamat sore kawan, anda mau pergi kemana…?” bahasa tagalog.
Salam kenal buat semua Kompasianer, mohon maaf kalo tulisannya kurang bermutu dan susah dimengerti, maklum lagi belajar nulis….
Salam damai dari lembah gurun Habshan, Abu Dhabi UAE
No comments:
Post a Comment