Tuesday, May 15, 2012

Putuskan Saja (Duka Hati Jeng Pemi-1)

1289580310159997710


Sudah seminggu surat bersampul biru itu tergeletak di pojok ruangan praktek jeng Pemi. Ada rasa enggan di benaknya. Jangankan untuk membuka dan membaca surat itu. Mengingat nama mas Hans, si pengirim surat itu pun sudah cukup membuat dirinya mual

Dasar Buaya Rangkat….., sekali Buaya tetaplah Buaya, tidak akan pernah berubah jadi Panda. Buat apa aku membaca surat itu, kalau pada akhirnya hatiku merana? Mana bukti ucapanmu bahwa kita adalah senasib sepenanggungan? Huh…. Jeng Pemi tak henti-hentinya mengomel dalam hati. Benar-benar dongkol hatinya saat ini.

Hanya karena seorang Miss Rochma engkau tega mengingkari ikrar kita? Ikrar bahwa kita adalah satu, satu rasa, satu nasib dan satu sepenanggungan. Apa yang membuatmu berpaling pada si Miss itu? Kalau masalah body, bisa di adu kaleee…. Kesetiaan? Jangan pernah ragukan kesetiaanku sih, mas Hans. Atau mungkin karena Miss Rochma abdi masyarakat?


Okelah, si Miss Rochma yang guru desa Rangkat memang abdi masyarakat. Tapi aku kan sebagai pemijit juga abdi dan pelayan masyarakat?

Kalau bukan karena terbuai rayuan mulut manismu, mungkin hari ini aku sudah jauh berada di belahan bumi yang lain. Entah itu di negeri Ombama, Singaparna (bukan Singapura yah..), atau mungkin di NY (Ngayogyakarta maksudnya) untuk menggapai mimpiku sebagai pemijat keliling kelas dunia. Tapi karena aku teguh memegang setia ikrar kita sebagai TTM yang senasib sepenanggungan, maka sampai hari ini aku masih rela menjadi pemijat disini
.
Jeng Pemi teringat, bagaimana dulu dirinya sudah berkorban banyak untuk mas Hans. Pinangan dari juragan Rawa ditolaknya mentah-mentah. Dulu juragan Rawa berjanji akan menghadiahkan sebuah helikopter mewah dan seekor Kuda Australia jika pinangannya diterima. Sebagai bukti juragan akan memenuhi janjinya, malah juragan sudah membelikannya ranjang pengantin. Kata juragan sebagai tanda jadi, atau semacam uang muka lah. Tapi demi mas Hans, pinangan itu ditolaknya.

Aku cuma mengambil ranjang pengantinnya saja. Kan lumayan… kenang jeng Pemi sedih.
Padahal apa sih yang di punyai mas Hans? yang paling berharga cuma pentungan. Itupun kepunyaan inventaris desa, sudah tidak orisinil, dan tidak ada privasinya lagi. Karena hampir semua gadis di desa Rangkat pernah memegang dan merasakan dititipin pentungan itu. Dari mulai Uleng sampai bu Nyimas si pemilik warnet.

Kini pentungan itu berada di tangan Miss Rochma si guru desa. Yang sangat menyebalkan hati jeng Pemi adalah, Miss Rochma selalu memperlambat langkahnya setiap kali melewati rumah jeng Pemi setiap berangkat mengajar ke sekolah. Dengan pentungan mas Hans yang di jepit mesra di ketiaknya, seolah-olah Miss Rochma mau mengatakan sesuatu, nih jeng…… lihat nih pentungannya mas Hans, semalam di tempat aku lo……

Untuk mengusir kegalauan dan sakit hatinya, jeng Pemi pun mulai bernyanyi-nyanyi kecil. Menyanyi adalah terapi bagi kegalauan hati yang sedang menderita, begitulah saran dari Mamak Ketol yang berkunjung ke desa Rangkat sewaktu studi banding beberapa waktu lalu. Dicobanya untuk menguatkan hati nya dengan lagu-lagu penyanyi kembarannya Alda. Lagu-lagu yang bisa membangkitkan semangatnya untuk tetap bertahan dan melanjutkan hidup. Yah, life must go on jeng….

Aku tak binasa…. Bila tiada kau disisiku…..
Aku tak binasa bila Ku… Tak mendengar, kentonganmu….. Aku tak binasa…..
Kemudian dilanjutkan dengan penggalan lagu bintang pujaannya yang lain….
Ternyata tanpamu langit masih biru…
Ternyata tanpamu bungapun tak layu
Ternyata pijit tak berhenti berputar walau kau tak memilihku…..
Weeeeee….. Biar kuputuskan saja, ku tak mau batinku terluka…
Lebih baik ku putuskan saja… Cari hansip lagi……
………….
…………..
…………….


Mengikuti jejak sang Juragan Rawa, ikutan BERSAMBUNG ah……………………….
(Itung2 sekalian mengintai, karena denger2 juragan Rawa mau melakukan penculikan jilid 2)

No comments:

Post a Comment