Thursday, May 17, 2012

Rindu Pulkam, Ada Tarkam di Timteng

Bekerja, tinggal dan hidup di luar negeri bagi sebagian orang adalah sebuah impian. Dimana harapan untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik bisa digapai. Baik secara finansial, gaya hidup, ataupun jaminan masa depan. Ada juga yang berhasrat untuk berkerja dan tinggal di luar negeri karena ingin mendapatkan pengalaman dan tantangan yang lebih. Namun ada juga yang “terpaksa” berkerja dan tinggal di luar negeri karena keadaan. Dimana untuk mencari penghidupan dan pekerjaan di dalam negeri dirasakan semakin lama semakin sulit.

Adalah Abu Dhabi, salah satu kota metropolis yang merupakan bagiannya dari Uni Emirat Arab (UEA). Kota ini bertetangga langsung dengan kota metropolis lainnya Dubai. Dua kota ini adalah kota yang banyak memberikan magnet bagi para pencari kerja dari seluruh dunia, termasuk pencari kerja dari Indonesia.


Awal tahun 2007 ketika pertama kali menginjakkan kaki di Abu Dhabi suatu pertanyaan yang pertamakali hinggap di benakku adalah, apakah aku akan betah berdiam disini? Suatu pertanyaan yang sangat relatif dan sangat bergantung pada kondisi seseorang. Dan sekarang melalui waktu pertanyaan itu mulai terjawab, karena setidaknya sampai sekarang aku masih mendiami kota ini sebagai tempat tinggalku.

Secara fisik Abu Dhabi adalah hampir sama kondisinya dengan kota Jakarta. Dimana jalanan selalu padat, meski kemacetan sangat jarang terjadi. Gedung-gedung yang menjulang layaknya belantara beton. Mall-mall dan pusat perbelanjaan yang megah dan tempat hiburan seperti bar dan diskotik yang begitu gampang ditemukan di seantero kota. Serta berseliwerannya orang-orang dengan busana yang “sedikit menantang” di tengah kota.

Sebagai salah satu ciri kota metropolitan, kondisi diatas adalah sah-sah saja. Dimana arus globalisasi dan pertemuan berbagai budaya dari seluruh dunia bermuara pada satu titik, yaitu modernisasi. Namun sebagai kota moderen yang secara wilayah kawasannya terletak di Timur Tengah, nuansa dan budaya keislaman juga tidak luntur ditengah derasnya arus modernisasi yang terus melaju di Abu Dhabi. Di setiap sudut, jalan, perumahan penduduk, diantara gedung-gedung apartemen yang menjulang, bahkan sampai ke mall-mall yang megah, akan sangat mudah menemukan mesjid sebagai rumah ibadahnya umat muslim. Dan pada jam-jam sholatpun mesjid-mesjid ini kadang kewalahan menampung jemaahnya. Itulah sekelumit Abu Dhabi yang dilihat secara fisik.

Tantangan terberat ketika tinggal dan bekerja di luar negeri bagiku adalah ketika kerinduan akan tanah air begitu tebal. Dimana saat badan terasa jauh dari keluarga, terpisahkan jarak ribuan kilometer di seberang sana. Berinteraksi dan bergaul dengan sesama perantau yang berasal dari Indonesia, adalah salah satu cara untuk mengobatinya. Disamping obat yang paling mujarab lainnya, yaitu mengambil cuti liburan pulang kampung.

Di Abu Dhabi, asalkan kita bisa bergaul dan sedikit luwes dengan sesama orang Indonesia yang tinggal disini, bukan hal yang sulit untuk mendapatkan teman. Memang secara jumlah, perantau Indonesia di kota ini belumlah bisa dibilang banyak. Apalagi jika dibandingkan jumlah perantau Indonesia yang berada di Arab Saudi ataupun Qatar. Namun setidaknya kalau untuk berbincang-bincang dan bertukar khabar tentang situasi di tanah air, tidaklah begitu susah. Tinggal datang saja pada dua restoran Indonesia yang berada di jantung kota Abu Dhabi ini.

Ada dua restoran yang letaknya tidak begitu berjauhan. Yaitu Bandung restaurant dan Sari Rasa restaurant. Di dua restoran ini akan mudah bertemu dengan sesama perantau dari Indonesia. Sambil makan, minum kopi dan duduk santai beramai-ramai, cukuplah untuk sedikit mengobati kerinduan pada tanah kelahiran.

13237610231108487494

*****

Tahun lalu sempat pula memenuhi undangan teman-teman yang bekerja di suatu proyek di salah satu kota di ujung Utara Emirat Arab, yaitu kota Fujairah. Sempat terkaget karena jumlah mereka sangat banyak, sekitar lima puluh orang. Hampir semuanya berasal dari salah satu kota di Jawa Barat, yaitu Kuningan. Mereka bekerja pada bidang konstruksi pembangunan gedung perkantoran baru. Karena jumlah mereka sangat banyak, tentu tidak kesulitan bagi mereka untuk terus merasakan suasana di tanah air. Baik dalam berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam berkerja.

Salah satu kegiatan mereka yang sangat menarik adalah mereka seringkali mengadakan kompetisi ataupun pertandingan sepakbola. Biasanya mereka membagi tim berdasarkan desa asal mereka. Hingga jadilah suasana sepakbola “Tarkam” (antar kampung) dilangsungkan di Timur Tengah. Cuma kalau di daerah asalnya hadiah yang diperebutkan adalah Kambing, tapi disini cukup berupa hadiah kaos seragam atau sejenisnya. Dan selesai kompetisi adalah bersama-sama menikmati sate bakar ala Sunda.

13237612751516646275 

Salam rantau…

No comments:

Post a Comment