Thursday, May 17, 2012

Berdebat dengan Penjaga Pintu TKI



13324477041204771842

Entah di kepulangan pada tahun 2008 atau 2009 kisah ini terjadi. Saya agak sulit mengingatnya. Karena secara frekwensi dalam satu tahun kepulanganku ke Indonesia berkisar antara tiga sampai lima kali. Dan setiap kepulangan selalu membawa cerita tersendiri. Tapi semoga diantara Kompasianer yang membaca tulisan ini adalah juga pemeran dalam kisah berikut. Sehingga dapat melengkapi kronologi, dialog, waktu, ataupun kekurangan-kekurangan lainnya. Tapi secara garis besarnya kejadiannya adalah seperti yang diceritakan berikut ini.

**********

Proses boarding untuk maskapai penerbangan Etihad airways Abu Dhabi tujuan Jakarta baru saja dimulai. Dari tengah barisan antrian para penumpang yang sebagian besar adalah rekan-rekan TKW terdengar teriakan. Salah satu rekan TKW kita, sebut saja namanya Minah (bukan nama sebenarnya, cuma untuk kemudahan menceritakan kejadian) tiba-tiba terjatuh dari kursi roda dorong. Minah tertelungkup di lantai dan tak sadarkan diri beberapa saat. Berdasarkan rekomendasi tim paramedis yang membantu, kemungkinan Minah tidak diperkenankan untuk melakukan penerbangan karena dirinya butuh perawatan lanjutan. Minah adalah penumpang transit dari Arab Saudi.


“Pokoknya Minah mau pulang sekarang….” kira-kira begitu kata-katanya sambil menyerahkan selembar kertas tanda telah menjalani perawatan sebuah rumah sakit di Abu Dhabi.

Minah seharusnya melakukan penerbangan lanjutan ke Jakarta kemarin. Tapi sama seperti hari ini, dia tiba-tiba tidak sadarkan diri ketika proses boarding kemarin. Ini adalah kejadian yang kedua kalinya. Saat itu Minah melakukan perjalanan hanya seorang diri, tak ada satupun teman atau kenalannya yang mendampingi. Dari paspor yang dipegangnya sedikit data yang bisa kuingat adalah Minah kelahiran Tegal, Jawa Tengah. Usianya pada saat itu sekitar 20 tahun. Tubuhnya kurus dan pucat dalam balutan jilbab yang lusuh. Keluarganya tinggal di Jakarta, kalau tidak salah dia sempat menyebut nama suatu daerah di sekitar arah terminal Kali Deres.

“Tolong usahakan, Kak….. Minah mau pulang sekarang. Minah sudah sehat, sudah kuat….” kata-katanya mengiba dan dikuat-kuatkan.

Bersama dua orang penumpang lainnya, kami mencoba bernegosiasi dengan kru penerbangan. Akhirnya Minah diperbolehkan berangkat dengan catatan ada orang yang menjamin untuk mendampinginya selama penerbangan. Bertiga kita menyatakan siap sebagai penjamin.

Akhirnya kami berempat semuanya yang terdiri dari saya sendiri, Minah, dan seorang penumpang wanita yang merupakan penumpang transit dari Eropa (aku lupa namanya, untuk kemudahan menceritakan kita panggil saja namanya mbak Lena), serta seorang laki-laki yang baru saja menyelesaikan perjalanan dinas dari kantornya di Indonesia selama beberapa hari di Abu Dhabi (kalau tidak salah namanya pak Iwan dari Jakarta).

******

Menjelang sekitar pukul 15.00 WIB kami berempat lewat dari pemeriksaan akhir imigrasi. Paspor mbak Minah terpegang aman dalam genggamanku. Setelah semua bagasi didapatkan, kami berjalan menuju pintu keluar. Minah kita apit di tengah-tengah. Di depan kami beberapa rekan TKW kita dicegat dan diarahkan untuk berbalik arah menuju terminal khusus TKI. Beberapa diantaranya sempat bersitegang, tapi tetap saja akhirnya mereka kalah dan berbalik arah. Dua orang petugas yang berjaga waktu itu, satu orang perempuan dan seorang lagi laki-laki.

Kita nyaris melewati mereka berdua, namun tiba-tiba petugas laki-laki langsung menunjuk kearah Minah dengan nada seperti membentak.

“Mbak….!!! Lewat sana…. Lewat sana….!!” katanya sambil menunjuk menggunakan pesawat handy talky-nya.

Kalau saja lengan Minah tidak saya pegang, mungkin Minah sudah berbalik arah. Tubuhnya bergetar dan mulai menangis.

“Dia bersama saya…. Dia pulang bersama saya….” kontan saya menyahut.

“Coba lihat paspornya….!!” si petugas pria mendekat.

“Bapak petugas imigrasi…? Cuma petugas imigrasi yang berhak mengecek paspor….” sahutku berusaha tenang.

“Mbak ini TKW, kan….? TKW lewat sebelah sana…!! Ini peraturan…!!” kurang lebih seperti itulah kata-katanya.

Minah  duduk pasrah diatas bagasinya. Paspor tetap saya pegang. Mbak Lena dan pak Iwan mencoba berargumen. Perdebatan kencang terjadi diantara mereka. Kedua petugas tersudut dengan serangan argumentasi kedua sahabat seperjalanan ini.

“Bawa peraturannya kesini….!!” tantang mbak Lena.

“Ada di kantor atasan saya….” jawab petugas perempuan.

“Panggil atasanmu kesini….!!” Pak Iwan dan mbak Lena makin bersemangat.

Kedua petugas itu seperti terkaget mendapat tantangan seperti itu, keduanya terdiam. Petugas laki-laki mengambil HP-nya dan berbicara dengan seseorang. Entah itu tersambung atau tidak, tapi seakan-akan dia berbicara dengan atasannya.

Disaat bersamaan, karena kegaduhan yang terjadi hampir semua rombongan TKW yang dibelakang kita menerobos melewati kedua petugas yang kewalahan ini. Beberapa TKW yang tadinya sempat berjalan kearah terminal khusus berbalik arah lagi menuju pintu keluar. Mereka malah sempat bertepuk tangan dan bersorak melihat kedua petugas ini tidak berdaya.

“Kata atasan saya bapak-bapak ini disuruh menghadap ke kantornya….” kata petugas laki-laki kemudian.
“Minta nomor atasanmu, biar saya telepon langsung…!!” tantang pak Iwan.

Ada keraguan di wajah kedua petugas itu. Tapi setelah didesak akhirnya diberikannya juga nomor itu. Tapi berkali-kali dihubungi tidak terhubung. Entahlah, mungkin itu nomor yang mengada-ada. Lalu setelah dimintakan lagi nomor lainnya barulah terhubung dengan seseorang yang mengaku dirinya memang atasan kedua petugas ini.

Pak Iwan sempat bersitegang, karena pada intinya mereka tetap tidak mengizinkan Minah ikut bersama kita keluar bandara. Alasan sakit yang dikuatkan dengan surat keterangan rumah sakit dari Abu Dhabi-pun dianggap seperti angin lalu. Meskipun akhirnya dicapai kesepakatan, Minah bisa ikut dengan kita keluar asalkan kita menandatangani surat pernyataan.

“Mana form surat pernyataannya….? Biar kita tandatangani, bahwa kita yang bertanggung jawab atas mbak Minah ini,” kata pak Iwan.

“Wah, nggak ada, pak… Bapak bikin saja sendiri deh….!!” sahut petugas itu yang sudah hilang rasa percaya dirinya.

Karena perdebatan ini, makin banyak TKW yang seharusnya mereka giring menuju terminal khusus menjadi terabaikan.

“Lhooooo…… sampeyan ini petugas apa…? Masak form seperti itu tidak ada…? Apa perlu kami telepon lagi atasan kamu…?” tanya mbak Lena heran.

Petugas perempuan berjalan menuju salah satu counter, dan datang lagi beberapa saat kemudian dengan membawa selembar kertas.

“Kamu yang menulis surat pernyataannya, kami nanti yang menandatanginya…” kata pak Iwan.

Kerumunan sorak sorai penumpang yang menonton-pun semakin riuh. Si petugas wanita mulai menulis kalimat yang didiktekan mbak Lena. Namun secara tiba-tiba dan tak diduga, Minah yang sedari tadi hanya terduduk di atas bagasinya tiba-tiba berlari menuju ke arah terminal khusus TKI sambil menyeret bagasinya. Aku dan pak Iwan berusaha mengejarnya, untuk mengetahui apa yang menyebabkannya berlari.

“Sudah Kak, biarlah Minah ke terminal itu saja. Terimakasih Kakak-kakak sudah membantu…..” Minah memberontak ketika coba saya tahan.

Minah berlari sambil menangis tanpa mampu kami cegah. Dari belakang mbak Lena menyusul. Aku masih sempat mengejarnya sekali lagi untuk menyerahkan paspornya.

“Selama di pesawat aku juga nggak ngerti apa yang dik Minah bicarakan. Keterangannya selalu berubah-ubah…” terang mbak Lena yang nampak kecewa.

Kamipun mengambil keputusan agar membiarkan saja Minah menuruti kemauannya. Yang jelas segala upaya dan usaha kami sudah kami jalankan semampu kami. Sebelum kami keluar bandara kembali kami menemui kedua petugas tadi. Kami titipkan pada mereka bahwa Minah dibawah pengawasan kami. Jika terjadi sesuatu terhadap Minah, kami akan bertindak. Dan kami sempatkan sekali lagi menelepon atasan kedua petugas itu. Kami ceritakan kronologisnya sekaligus menyerahkan tanggung jawab untuk menjamin keselamatan Minah sampai di tempat tujuannya.

Terlepas dari apapun kisah perjalanan Minah, itu adalah cerita lain. Namun yang coba kutulis disini adalah gambaran bagaimana para petugas di bandara internasional Soekarno-Hatta dalam melayani para TKI pada saat itu. Mereka akan menggunakan berbagai cara untuk menggiring TKI agar masuk ke terminal khusus TKI itu. Seolah-olah terminal khusus TKI itu adalah tempat yang wajib untuk disinggahi.



* Tulisan sebelumnya terkait Liputan Khusus Kriminalisasi TKI di Bandara: Mengincar Pemegang Paspor TKI di Bandara Soeta.


** Image from Kompas.com

No comments:

Post a Comment