Thursday, May 17, 2012

Terus Bekerja Sampai Akhir Hayat

ilustrasi from google 

“Semuanya sedang pergi ngelayat jenazah…. Wak Ameh tadi subuh meninggal dunia…..!!” demikian jawaban dari adik perempuanku ketika aku mencoba menelpon ke rumah di kampung halaman sana tadi pagi.

Aku mencoba mengingat-ingat, Wak Ameh yang manakah gerangan? Nama itu sepertinya pernah begitu melekat di hati ini. Tapi karena sudah sekian lama tidak berinteraksi langsung dengan si empunya nama, membuatku berusaha keras untuk mengingat-ingatnya lagi.

“Itu lho bang….. yang dulu jualan tempe keliling…, tapi setelah tua Wak Ameh kan mangkal di pasar Lama…” jelas adikku mencoba mengingatkan.


“Ooo…. Ya ya ya… waktu abang pulang lebaran tahun kemarin kan sempat ketemu dengan Wak Ameh…. Innalillahii wa inna ilaihi rojiuun…….” ucapku setelah mampu mengingat sosok Wak Ameh ini.

Wak Ameh adalah sosok pekerja keras yang sampai akhir hayatnyapun tetap bekerja keras sebagai penjual tempe. Tidak banyak yang mengenal secara dekat kehidupan Wak Ameh ini. Orang mengenal Wak Ameh hanya sebagai tukang tempe.

Taksiranku umur Wak Ameh saat menutup usia ini adalah tidak kurang dari tujuh puluh tahun. Itu kuketahui ketika dulu Ibuku pernah mengatakan bahwa usia Wak Ameh lebih tua daripada usia ibuku. Dan saat ini usia Ibuku sendiri sudah hampir mendekati angka tujuh puluh tahun.

Aku ingat puluhan tahun lalu, saat masih kecil. Keluarga kami adalah pelanggan setia tempe jualannya. Saat itu Wak Ameh berdagang Tempe dengan cara berkeliling dengan gerobaknya. Dan itu dilakoninya terus sampai akhirnya kami semua dewasa dan bekeluarga. Beberapa diantara kami pergi meninggalkan kota asal kami untuk mencari penghidupan ditempat lain. Dan Wak Ameh masih tetap setia dengan profesinya sebagai penjual tempe keliling.

Beberapa kali pulang ke kampung halaman, kami pun masih sempat menikmati Tempe hasil jualan Wak Ameh. Cuma ada yang sedikit berbeda dengan cara berjualannya. Kalau dulu sewaktu masih muda Wak Ameh menjajakan dagangannya dengan cara berkeliling dengan gerobaknya, tapi beberapa tahun terakhir Wak Ameh hanya mangkal di pasar Lama. Mungkin karena tenaganya sudah tidak sekuat dulu lagi.

Wak Ameh saat menutup usianya adalah sebatang kara. Istrinya sudah lebih dulu meninggalkannya dua tahun lalu. Wak Ameh tidak mempunyai keturunan. Dulu sewaktu mendiang istrinya masih hidup, mereka selalu bersama-sama menunggui Tempe dagangannya. Disaat usia mereka sudah senja, pasangan suami istri ini tetap bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Banyak bantuan dan santunan sosial masyarakat yang coba diberikan pada pasangan ini, tapi kesemuanya ditolak oleh Wak Ameh dan istrinya. Bagi mereka, berusaha mencari penghiupan sendiri adalah lebih berharga daripada hidup dari uluran tangan orang lain.

“Uwak malu kalau dikasih uang terus…., Uwak kan masih bisa cari makan sendiri….” begitulah kata-katanya satu tahun lalu sewaktu aku sempat bertemu dengannya.

Dan Wak Ameh beserta istrinya pun terus bekerja sampai akhir hayat mereka….
Selamat jalan Wak Ameh, sudah saatnya engkau beristirahat.

No comments:

Post a Comment