Tuesday, May 15, 2012

Wanita Maya


 
Pukul sepuluh pagi. Kafe Nuansa Hijau, Plaza Senayan.

Satu jam sudah waktu berlalu dari janji pertemuan, namun Lidya belum juga datang. Jarum jam seolah mengejek dan menertawakan. Menunggu memang selalu menyakitkan. Cangkir ketiga cappuccino pun tandas. Asap Marlboro mengepul mengabutkan pandangan. 

Hans masih menanti. Menanti Lidya datang dengan atasan blazer putih. Hari ini mereka akan bertemu didunia nyata. Untuk saling mengungkapkan cinta yang sebenarnya cinta.

Dua bulan sudah perkenalannya dengan Lidya di dunia maya. Lidya, wanita yang telah menerbangkan angan dan mimpinya. Yang telah menjadikannya lupa pada apa yang harus dilakoninya didunia nyata. Wanita yang menurutnya begitu sempurna. 

* * * * * *


Starbucks Coffe, Plaza senayan, sebelah kafe Nuansa Hijau.

Wanita berblazer putih itu diam membisu. Tidak ada yang tahu, sudah satu jam dia duduk disitu. Mengamati dari kejauhan lelaki yang menanti di kafe sebelah. Hatinya hancur oleh sebuah kata, kesetiaan.

Dari sisa ketegaran yang berserakan, wanita berblazer putih itu masuk ke kafe Nuansa Hijau. Anggun langkahnya sedikit gontai karena kecewa. Hans terpana saat wanita berblazer putih datang menghampiri. Dia adalah tunangannya yang bulan depan akan dia nikahi.

“Akulah wanita bernama Lidya itu, dan aku lah yang sudah hadir di dunia mayamu sejak dua bulan lalu….” Tatapan mata Pemi tajam menusuk Hans.

“Pemi……, jadi kamu adalah…… Lidya itu….?” Hans tercekat.

“Benar, Hans. Aku adalah Lidya itu. Terimakasih untuk semua yang telah kau beri. Rasa ini telah cukup mengerti sebatas mana kesetiaan itu ada diantara kita, selamat tinggal” Pemi berlari menyembunyikan tangisnya yang tertahan.

Hans terdiam tak bisa berkata apa-apa. Kesadarannya hilang bergantikan kalut, dicobanya mengejar Pemi. Tangannya replek menjatuhkan cangkir cappuccino.

Praang…. Cangkir hancur berkeping di lantai, seperti hancurnya hati Pemi.

“Pemi………..!!” Hans berteriak dalam galau.

No comments:

Post a Comment