*) Jingga Rangkat
____________________
“Lihat
itu…!! Kamu masih ingat nggak…?” Hans menunjuk seekor Capung
yang hinggap di tangkai bunga Gladiol.
Mata
Jingga mengikuti arah telunjuk Hans. Keningnya
berkerut kebingungan. Tidak mengerti apa yang Hans maksudkan.
“Capung….?”
bibir Jingga bergumam.
“Iya….
Capung itu..!”
Kembali
mata Jingga menatap Capung itu.
“Ah,
nggak ngerti. Aku nggak ingat…” Jingga menyerah.
“Oke,
kalau yang itu…?” Hans menunjuk seekor Kupu-kupu pada pucuk bunga Gladiol
lainnya.
“Oh,
My God… Aku ingat sekarang. Aku ingat…!!” Jingga berteriak histeris.
Roman
mukanya berubah dengan kantung air mata yang hampir tumpah. Kedua tangannya
merapat menutupi mukanya. Hans terbahak tersenyum kegirangan.
“It`s
wonderful, Hans. Makasih sudah mengingatkanku pada momen itu,” isak tangis
Jingga luruh dalam haru bahagia teringat kenangan masa lalu.
Kala
itu, ketika masa kanak-kanak mereka. Pada sebuah tempat nun jauh di pelosok
sana. Di sebuah desa yang jauh dari
bisingnya hiruk pikuk kota. Desa yang tenteram, sejuk, damai, dengan
harmonisasi interaksi keberagaman warganya. Di desa itulah mereka melalui masa
kanak-kanak bersama sahabat-sahabat masa kecilnya.
Suatu
waktu kala itu, Jingga kecil dengan seragam putih merah memasuki kelas sekolah
barunya. Bu guru Putri membimbingnya untuk diperkenalkan dengan teman-teman
barunya. Sebagai murid baru pindahan dari kota, Jingga belum mempunyai teman
siapapun. Dengan lantangnya Jingga memperkenalkan dirinya di depan kelas.
Tentang namanya, mimpi-mimpinya, cita-citanya, keinginannya, dan kesukaannya.
“Aku
suka binatang mungil yang selalu mengepakkan sayapnya,” satu diantara sekian
kalimat yang Jingga kecil ucapkan waktu itu.
“Pasti
Kupu-kupu..!!” Ibay kecil tiba-tiba bersuara dari deretan bangku
paling belakang.
“Iya,
betul. Apalagi yang berwarna jingga,” sahut Jingga kecil pelan.
“Ooooo….”
seisi kelas serentak bergumam.
Mulai
hari itu setiap jam istirahat mereka selalu berburu Kupu-kupu jingga di semak
belakang sekolah. Bukan untuk ditangkap, tapi untuk diikuti kemanapun Kupu-kupu
jingga terbang. Mereka cukup terpesona dengan melihat keanggunan kepak
sayapnya, tanpa harus menangkapnya. Dan sejak saat itu juga Kupu-kupu jingga
menjadi sahabat mereka.
Atas
insiatip Ibay, Inin, Dorma, dan sahabat-sahabat kecil lainnya kala
itu, di hari ulang tahun Jingga kecil yang ke sebelas mereka urunan
mengumpulkan uang jajan. Lalu mereka membeli sebuah lukisan bergambar Kupu-kupu
jingga sebagai hadiah ulang tahun.
“Lukisan
Kupu-kupu jingga itu masih ada?” tanya Hans membuyarkan lamunan Jingga yang
masih terhanyut pada kenangan masa kecilnya.
“Lukisan
itu tak akan pernah rusak, apalagi hilang. Dia ada di sini, bersemayam di dada
ini,” sahut Jingga.
“Kok
bisa..?”
“Tentu
saja bisa. Cinta dari kalian sahabat-sahabatku, terlukis indah dan terus
terjaga di sini. Memberikan nyawa dan kekuatan hati ini, bersama kepak sayap
Kupu-kupu jinggaku…”
Kini
Kupu-kupu jingga itu makin dewasa, makin mengerti akan dunianya. Seiring dengan
bertambah usianya, kepak sayap Kupu-kupu Jingga semoga selalu terlihat anggun
dalam pesonanya.
Selamat ulang tahun, Jingga Rangkat. Wish all your dreams will come true.
No comments:
Post a Comment