Tuesday, August 7, 2012

Kupu-kupu untuk Jingga




*) Jingga Rangkat
____________________
“Lihat itu…!! Kamu masih ingat nggak…?” Hans menunjuk seekor Capung yang hinggap di tangkai bunga Gladiol.
Mata Jingga mengikuti arah telunjuk Hans. Keningnya berkerut kebingungan. Tidak mengerti apa yang Hans maksudkan.
“Capung….?” bibir Jingga bergumam.
“Iya…. Capung itu..!”
Kembali mata Jingga menatap Capung itu.
“Ah, nggak ngerti. Aku nggak ingat…” Jingga menyerah.
“Oke, kalau yang itu…?” Hans menunjuk seekor Kupu-kupu pada pucuk bunga Gladiol lainnya.

“Oh, My God… Aku ingat sekarang. Aku ingat…!!” Jingga berteriak histeris.
Roman mukanya berubah dengan kantung air mata yang hampir tumpah. Kedua tangannya merapat menutupi mukanya. Hans terbahak tersenyum kegirangan.
It`s wonderful, Hans. Makasih sudah mengingatkanku pada momen itu,” isak tangis Jingga luruh dalam haru bahagia teringat kenangan masa lalu.
Kala itu, ketika masa kanak-kanak mereka. Pada sebuah tempat nun jauh di pelosok sana. Di sebuah desa yang jauh dari bisingnya hiruk pikuk kota. Desa yang tenteram, sejuk, damai, dengan harmonisasi interaksi keberagaman warganya. Di desa itulah mereka melalui masa kanak-kanak bersama sahabat-sahabat masa kecilnya.
Suatu waktu kala itu, Jingga kecil dengan seragam putih merah memasuki kelas sekolah barunya. Bu guru Putri membimbingnya untuk diperkenalkan dengan teman-teman barunya. Sebagai murid baru pindahan dari kota, Jingga belum mempunyai teman siapapun. Dengan lantangnya Jingga memperkenalkan dirinya di depan kelas. Tentang namanya, mimpi-mimpinya, cita-citanya, keinginannya, dan kesukaannya.
“Aku suka binatang mungil yang selalu mengepakkan sayapnya,” satu diantara sekian kalimat yang Jingga kecil ucapkan waktu itu.
“Pasti Kupu-kupu..!!” Ibay kecil tiba-tiba bersuara dari deretan bangku paling belakang.
“Iya, betul. Apalagi yang berwarna jingga,” sahut Jingga kecil pelan.
“Ooooo….” seisi kelas serentak bergumam.
Mulai hari itu setiap jam istirahat mereka selalu berburu Kupu-kupu jingga di semak belakang sekolah. Bukan untuk ditangkap, tapi untuk diikuti kemanapun Kupu-kupu jingga terbang. Mereka cukup terpesona dengan melihat keanggunan kepak sayapnya, tanpa harus menangkapnya. Dan sejak saat itu juga Kupu-kupu jingga menjadi sahabat mereka.
Atas insiatip Ibay, Inin, Dorma, dan sahabat-sahabat kecil lainnya kala itu, di hari ulang tahun Jingga kecil yang ke sebelas mereka urunan mengumpulkan uang jajan. Lalu mereka membeli sebuah lukisan bergambar Kupu-kupu jingga sebagai hadiah ulang tahun.
“Lukisan Kupu-kupu jingga itu masih ada?” tanya Hans membuyarkan lamunan Jingga yang masih terhanyut pada kenangan masa kecilnya.
“Lukisan itu tak akan pernah rusak, apalagi hilang. Dia ada di sini, bersemayam di dada ini,” sahut Jingga.
“Kok bisa..?”
“Tentu saja bisa. Cinta dari kalian sahabat-sahabatku, terlukis indah dan terus terjaga di sini. Memberikan nyawa dan kekuatan hati ini, bersama kepak sayap Kupu-kupu jinggaku…”
Kini Kupu-kupu jingga itu makin dewasa, makin mengerti akan dunianya. Seiring dengan bertambah usianya, kepak sayap Kupu-kupu Jingga semoga selalu terlihat anggun dalam pesonanya.
Selamat ulang tahun, Jingga Rangkat. Wish all your dreams will come true.

No comments:

Post a Comment