*) Sebagian pemeran ECR di postingan
ini (doc. Desa Rangkat)
Suasana
kantor desa yang lenggang makin terasa senyap ketika Cicie Kim Foeng juga berpamitan untuk pulang.
Memang sudah waktunya bagi pegawai kantor desa untuk mengakhiri tugasnya
melayani masyarakat hari ini. Cicie Kim Foeng yang biasanya hanya bertugas
membantu Acik dalam mengagendakan kegiatan-kegiatan kepala
desa, kini harus merangkap tugas ganda. Kadang harus menggantikan Asih sebagai sekretaris desa, kadang juga
menggantikan Acik sebagai sekretaris pribadi kepala desa.
Sudah
seminggu ini Acik dan Asih bergantian cuti dari kerja. Karena keduanya harus
bergantian menemani Jingga yang saat ini sedang dirundung duka. Semua
warga desa Rangkat tahu kemelut yang terjadi pada keluarga Jingga dan Ibay sang
suaminya. Hubungan asmara antara Ibay dan Kembang sang janda centil itulah penyebabnya.
Hans membuka pintu dan keluar dari ruangan
kerjanya. Hanya didapatinya Dorma, Hansip wanita khusus
keamanan kantor desa. Dorma masih asik dengan majalah yang berisikan menu-menu
masakan di pojok ruangan. Dorma baru akan pulang ketika Hans sudah meninggalkan
kantor desa.
“Dorma…..
Kalau Dorma mau pulang sekarang silahkan saja. Aa` masih betah berlama-lama di
kantor desa…” suara Hans mengagetkan Dorma.
“Lho,
memang Aa` mau ngapain di sini?” tanya Dorma heran sambil merapihkan
majalahnya.
“Tadi
Ranti telepon mau datang kemari, sekalian
membawakan rantang makan siang. Katanya lagi mencoba masakan menu baru”.
Mata
Dorma seketika berbinar-binar. Mendengar kata-kata rantang makan siang dengan
masakan menu baru disebut, hatinya seakan terlonjak.
“Wuahhh,
masakan dengan menu baru…. Berapa porsi, Aa`? Ada lebihnya nggak?” tanpa tedeng
aling-aling Dorma berteriak bersemangat.
“Dorma
mau? Ya sudah, sekalian saja makan siang di sini. Kita tungguin Ranti
bareng-bareng,” sahut Hans sambil tersenyum.
Sambil
menunggu kedatangan Ranti, keduanya duduk di teras kantor desa. Beberapa warga
yang kebetulan lewat di depan kantor desa sesekali menyapa mereka. Di seberang
kantor desa, tepatnya di sebuah klinik obat milik Dewa, nampak beberapa kendaraan
warga yang sedang menunggu racikan obatnya terparkir. Seketika Hans tersadar,
karena tidak dilihatnya onthel hijau kepunyaan Inin terparkir di sana.
Hal
ini sangat aneh, karena selama ini sepanjang pengetahuannya onthel jihau itu
selalu parkir di sana. Meskipun Inin bertugas sebagai kurir kantor desa, namun
selalu saja di sela-sela tugasnya Inin menghabiskan waktu
untuk bercengkerama dengan Dewa di klinik obat itu.
“Eh,
kemana itu si onthel ijo? Kok nggak parkir di sana?” tanya Hans.
“Sudah
seminggu nggak parkir di sana,” sahut Dorma.
“Memang
parkir dimana?”
“Di
rumah pak Nov, jika tidak ada surat yang harus diantarkan
kang Inin selalu memarkirkan onthelnya di rumah pak Nov…”
“Di
rumah pak Nov? Memang kenapa?” Hans semakin heran.
Dorma
melihat sekeliling, seakan ingin mengatakan sesuatu. Lalu mendekatkan bibirnya
pada telinga Hans, membisikkan sesuatu.
“Mbak
Jingga sedang stress gara-gara bang Ibay mau menikah dengan mbak Kembang. Nah,
akibatnya mbak Jingga sangat benci dengan pria berkepala botak seperti bang
Ibay. Buat mengurangi rasa bencinya sama pria berkepala botak, mbak Jingga
selalu minta ditemani kang Inin yang berambut kribo untuk mengasuh bayinya…”
bisik Dorma panjang lebar.
“Wah,
gawat ini. Seharusnya kang Inin jangan cari-cari kesempatan untuk mendekati
Jingga. Dasar akang Kriboh…!!” omel Hans.
“Nggak
bisa, A`… soalnya mbak Jingga-nya juga terhibur, kok. Berasa mengenang masa
lalu katanya”.
“Mengulang
masa lalu…?” Hans semakin tidak mengerti.
Kembali
Dorma melihat sekeliling, khawatir ada yang menguping pembicaraan mereka. Lalu
kembali Dorma mendekatkan bibirnya berbisik pelan sambil melindungi telinga
Hans dengan kedua tangannya.
“Sepertinya
mereka CLBK-an…. Dulu kan mereka pasangan paling mesra pada waktu desa kita
meresmikan Pojok Baca Rangkat. Cuma
cinta mereka nggak kesampaian, gara-gara bang Ibay buru-buru melamar mbak
Jingga….!!” bisik Dorma pelan.
“Ohh…”
Hans bergumam tak jelas, Dorma mengangguk berusaha meyakinkan.
Keduanya
tidak sadar, dari arah samping jalan kantor desa ada dua orang di atas motor
bebek yang sedari tadi memperhatikan. Seorang wanita yang tangan kirinya
menenteng rantang makanan, dan tangan kanannya perpegangan pada perut si
pengendara.
“Hayu,
El…. Balik lagi aja ke kiosnya Mama…!!” sahut si wanita kesal, dadanya
bergemuruh melihat adegan Hans dan Dorma barusan.
“Tapi,
kak…” El Hida, si pengendara motor berusaha
menenangkan.
“Ah,
sudahlah….!! Biar Mama saja nanti yang melabrak mereka. Yuk,
kembali lagi saja…!!” suara Ranti seakan hilang diantara tangisannya yang
tertahan.
______________
DESA
RANGKAT adalah desa maya di lembah fiksi. Gunung Naras(i) adalah latar yang
menanunginya. DESA RANGKAT diakronimkan sebagai Diskusi Elok Sarat Asah-asih-asuh
dalam meRANGkai KATa. Silahkan berkunjung untuk mengenal dan
bermain fiksi bersama kami. Silahkan klik link DEAR di Kompasiana atau Desa Rangkat on Facebook.
No comments:
Post a Comment