Sunday, August 5, 2012

[ECR-5] Pada Serpihan Hati Jingga dan Ranti




*) Sebagian pemeran ECR di postingan ini (doc. Desa Rangkat)
Suasana kantor desa yang lenggang makin terasa senyap ketika Cicie Kim Foeng juga berpamitan untuk pulang. Memang sudah waktunya bagi pegawai kantor desa untuk mengakhiri tugasnya melayani masyarakat hari ini. Cicie Kim Foeng yang biasanya hanya bertugas membantu Acik dalam mengagendakan kegiatan-kegiatan kepala desa, kini harus merangkap tugas ganda. Kadang harus menggantikan Asih sebagai sekretaris desa, kadang juga menggantikan Acik sebagai sekretaris pribadi kepala desa.

Sudah seminggu ini Acik dan Asih bergantian cuti dari kerja. Karena keduanya harus bergantian menemani Jingga yang saat ini sedang dirundung duka. Semua warga desa Rangkat tahu kemelut yang terjadi pada keluarga Jingga dan Ibay sang suaminya. Hubungan asmara antara Ibay dan Kembang sang janda centil itulah penyebabnya.
Hans membuka pintu dan keluar dari ruangan kerjanya. Hanya didapatinya Dorma, Hansip wanita khusus keamanan kantor desa. Dorma masih asik dengan majalah yang berisikan menu-menu masakan di pojok ruangan. Dorma baru akan pulang ketika Hans sudah meninggalkan kantor desa.
“Dorma….. Kalau Dorma mau pulang sekarang silahkan saja. Aa` masih betah berlama-lama di kantor desa…” suara Hans mengagetkan Dorma.
“Lho, memang Aa` mau ngapain di sini?” tanya Dorma heran sambil merapihkan majalahnya.
“Tadi Ranti telepon mau datang kemari, sekalian membawakan rantang makan siang. Katanya lagi mencoba masakan menu baru”.
Mata Dorma seketika berbinar-binar. Mendengar kata-kata rantang makan siang dengan masakan menu baru disebut, hatinya seakan terlonjak.
“Wuahhh, masakan dengan menu baru…. Berapa porsi, Aa`? Ada lebihnya nggak?” tanpa tedeng aling-aling Dorma berteriak bersemangat.
“Dorma mau? Ya sudah, sekalian saja makan siang di sini. Kita tungguin Ranti bareng-bareng,” sahut Hans sambil tersenyum.
Sambil menunggu kedatangan Ranti, keduanya duduk di teras kantor desa. Beberapa warga yang kebetulan lewat di depan kantor desa sesekali menyapa mereka. Di seberang kantor desa, tepatnya di sebuah klinik obat milik Dewa, nampak beberapa kendaraan warga yang sedang menunggu racikan obatnya terparkir. Seketika Hans tersadar, karena tidak dilihatnya onthel hijau kepunyaan Inin terparkir di sana.
Hal ini sangat aneh, karena selama ini sepanjang pengetahuannya onthel jihau itu selalu parkir di sana. Meskipun Inin bertugas sebagai kurir kantor desa, namun selalu saja di sela-sela tugasnya Inin menghabiskan waktu untuk bercengkerama dengan Dewa di klinik obat itu.
“Eh, kemana itu si onthel ijo? Kok nggak parkir di sana?” tanya Hans.
“Sudah seminggu nggak parkir di sana,” sahut Dorma.
“Memang parkir dimana?”
“Di rumah pak Nov, jika tidak ada surat yang harus diantarkan kang Inin selalu memarkirkan onthelnya di rumah pak Nov…”
“Di rumah pak Nov? Memang kenapa?” Hans semakin heran.
Dorma melihat sekeliling, seakan ingin mengatakan sesuatu. Lalu mendekatkan bibirnya pada telinga Hans, membisikkan sesuatu.
“Mbak Jingga sedang stress gara-gara bang Ibay mau menikah dengan mbak Kembang. Nah, akibatnya mbak Jingga sangat benci dengan pria berkepala botak seperti bang Ibay. Buat mengurangi rasa bencinya sama pria berkepala botak, mbak Jingga selalu minta ditemani kang Inin yang berambut kribo untuk mengasuh bayinya…” bisik Dorma panjang lebar.
“Wah, gawat ini. Seharusnya kang Inin jangan cari-cari kesempatan untuk mendekati Jingga. Dasar akang Kriboh…!!” omel Hans.
“Nggak bisa, A`… soalnya mbak Jingga-nya juga terhibur, kok. Berasa mengenang masa lalu katanya”.
“Mengulang masa lalu…?” Hans semakin tidak mengerti.
Kembali Dorma melihat sekeliling, khawatir ada yang menguping pembicaraan mereka. Lalu kembali Dorma mendekatkan bibirnya berbisik pelan sambil melindungi telinga Hans dengan kedua tangannya.
“Sepertinya mereka CLBK-an…. Dulu kan mereka pasangan paling mesra pada waktu desa kita meresmikan Pojok Baca Rangkat. Cuma cinta mereka nggak kesampaian, gara-gara bang Ibay buru-buru melamar mbak Jingga….!!” bisik Dorma pelan.
“Ohh…” Hans bergumam tak jelas, Dorma mengangguk berusaha meyakinkan.
Keduanya tidak sadar, dari arah samping jalan kantor desa ada dua orang di atas motor bebek yang sedari tadi memperhatikan. Seorang wanita yang tangan kirinya menenteng rantang makanan, dan tangan kanannya perpegangan pada perut si pengendara.
“Hayu, El…. Balik lagi aja ke kiosnya Mama…!!” sahut si wanita kesal, dadanya bergemuruh melihat adegan Hans dan Dorma barusan.
“Tapi, kak…” El Hida, si pengendara motor berusaha menenangkan.
“Ah, sudahlah….!! Biar Mama saja nanti yang melabrak mereka. Yuk, kembali lagi saja…!!” suara Ranti seakan hilang diantara tangisannya yang tertahan.
______________


DESA RANGKAT adalah desa maya di lembah fiksi. Gunung Naras(i) adalah latar yang menanunginya. DESA RANGKAT diakronimkan sebagai Diskusi Elok Sarat Asah-asih-asuh dalam meRANGkai KATa. Silahkan berkunjung untuk mengenal dan bermain fiksi bersama kami. Silahkan klik link DEAR di Kompasiana atau Desa Rangkat on Facebook.

No comments:

Post a Comment