Seperti
biasanya, pagi ini langkahku begitu ringan. Menyusuri tiap koridor yang
bernuansa minimalis. Dua belokan lagi aku akan tiba tepat di depan pintu
ruangan kantormu. Tak sabar hati ini ingin segera melihat lengkung senyummu.
Seperti pucuk pohon yang selalu merindu sang mentari di awal pagi.
Pada
lorong koridor yang kulewati, ada warna Hijau muda pada dindingnya yang aku
suka. Hingga kadang membuatku berlama-lama menatapnya. Tadinya aku tidak begitu
menyukai warna Hijau muda itu. Hingga sampai suatu saat, ketika aku mendapatimu
berdiri sambil tersenyum mengamati indahnya warna itu. Dan dari bibir tipismu
aku mencuri dengar ketika kau bergumam, “Sejuk….. dan menenteramkan….”
Seketika
itu akupun menjadi penyuka warna si Hijau muda. Padahal dulu aku lebih tertarik
dengan warna Putih gading di dinding koridor sisi satunya. Putih gading itu
begitu berwibawa, setidaknya itu menurutku.
“Putih
gading itu….. anggun dan bersahaja…” ucapmu suatu kali, ketika aku kembali
mencuri dengar percakapanmu dengan teman sejawatmu.
Akupun
setuju. Anggun dan bersahaja. Yah, anggun dan bersahaja seperti dirimu.
Ungkapku dalam hati. Selalu dan hanya dalam hati. Tak pernah lebih. Andai kau
tahu….
Suatu
kali akupun pernah mendapatimu berlutut di ujung koridor. Tak jelas aku
menatapmu dari ujung koridor yang lain. Samar-samar hanya aku lihat jemari
lentikmu menyentuh lantai yang berwarna Krem. Apakah kau juga terpesona dengan
warna Krem? Mungkin iya, karena semburat senyum tipismu telah
mengisyaratkannya. Ah, seketika itu juga akupun menjadi pengagum pesona warna
Krem.
Menjelang
belokan koridor, setelah batas lantai berwarna Krem. Ada warna Biru laut di
lantai. Dan itu pertanda aku akan segera tiba di depan pintu ruangan kantormu.
Aku tidak malu untuk mengatakan bahwa aku juga adalah pengagum warna Biru laut.
Terlebih setelah aku tahu, engkaulah yang merancang warna Biru laut di lantai
itu. Satu ungkapan tentang komposisi pemilihan warna pada lantai, warna Krem
berbatasan tegas dengan warna Biru laut, adalah sempurna. Sesempurnanya pesona
yang ada pada dirimu.
Setelah
itu aku akan melewati ruangan besar dengan dinding kaca yang bertirai horizontal
minimalis. Dari situ aku bisa melihat kesibukan orang-orang di dalam sana. Dan
beberapa langkah ke depan, aku akan mengetuk pintu ruangan kantormu.
Tak
sabar aku mengayun langkahku. Bayangan senyum pesonamu terus memacu hasrat dan
semangatku untuk segera bertemu. Dan menyapamu dengan sapaan hormat di setiap
pagiku.
“Selamat
pagi ibu Natasha, ini Teh Hijau hangat pesanan Ibu…”
“Terimakasih,
mas Hans. Nanti siang sekalian makan siangku dibawakan kemari, yah…” sambutmu
dengan senyum terindahmu.
“Baik,
bu. Nanti saya antarkan…” sahutku hormat dengan sedikit membungkuk.
Bahagianya
hatiku, berarti siang nanti aku akan kembali menikmati senyum pesonamu. Sambil
mencuri pandang aku mengambil sisa gelas kotor di atas mejamu, dan pamit
berlalu seraya menutup pintu.
*****
* Fiksi dalam semarak Weekly
Photo Challenge: Interior Photography. Untuk tulisan-tulisan lainnya
dalam WPC-24, silahkan berkunjung ke link ini.
** Image dari dok. pribadi.
Salam Kampretos….
No comments:
Post a Comment